Mendedikasikan diri dengan karakter sebagai hamba Tuhan jauh lebih sulit dari bersedia bekerja sebagai hamba Tuhan. Menjadi seorang hamba Tuhan tidak menutup kemungkinan hanyalah predikat yg kadang tidak menunjuk pada keutuhan pengabdiannya, hal ini karena menjadi hamba Tuhan dapat saja berangkat dari berbagai motif : karena panggilan hidup, menjadikan profesi yg mapan , melanjutkan regenerasi atau kompensasi karena sulitnya kompetisi pasar dll.
Tuhan sedang dan terus mencari orang-orang yg mau menjadi pelayanNya yg mau bekerja tanpa batas, kerja tuntas sampai pada batas akhir selamanya.
Bagaimana kita mengkondisikan diri untuk menjadi Hamba Tuhan tanpa batas, yg bersedia bekerja sebagai pengerja Tuhan bukan sebatas sebagai pengerja gereja?
Mendasari panggilan pelayanan pada FAKTA-FAKTA yg KEKAL bukan pada PERKARA-PERKARA yang FANA.
Fakta 1: Pelayanan adalah anugerah Allah
Yes. 40:1-2, firman Tuhan: “Hiburkanlah, hiburkanlah umat-Ku, demikian firman Allahmu, tenangkanlah hati Yerusalem dan serukanlah kepadanya, bahwa perhambaannya sudah berakhir, bahwa kesalahannya telah diampuni, sebab ia telah menerima hukuman dari tangan TUHAN dua kali lipat karena segala dosanya”.
Besarnya anugerah Allah yg mengendalikan seluruh hidup kita seharusnya menjadi dasar utama bagi kita untuk melayani Dia dengan segenap hati kita.
Yesaya 40 Merupakan ajakan Nabi Yesaya kepada umat Israel untuk merefleksikan pengalaman masa pembuangan yang begitu lama di Babel sebagai bentuk hukuman Allah atas dosa-dosa yang telah mereka lakukan. Apabila sebentar lagi mereka akan bebas dari pembuangan di Babel , mereka harus menyadari:
a. Pekerjaan pembebasan itu sama sekali bukan karena hasil usaha atau strategi cerdas manusia.
b. Kelepasan mereka dari Babel bukan karena mereka memiliki ketangguhan diplomasi atau kekuatan untuk menegosasi para pejabat kerajaan Babel.
c. Pembebasan Israel bukan karena pertolongan dari raja Koresy dari Persia yang berhasil mengalahkan kerajaan Babel pada tahun 536 sM.
Sesungguhnya pembebasan mereka dari pembuangan di Babel adalah karya keselamatan sebagai bentuk angerah Allah. Teknisnya memang Allah berkenan memakai raja Koresy untuk menjadi alat pembebas dari kekuasaan raja Nebukadnezar sebab Allah telah mengampuni dosa-dosa mereka.
Dasar yang utama dari pembebasan dari Babel adalah karena Allah telah berkenan mengampuni dosa mereka. Pembebasan dan keselamatan mereka semata-mata karena kasih-karunia Allah.
Menanggapi anugerah Allah dengan sikap mengasihi dan melayani adalah tanggungjawab logis sekaligus dasar pelayanan yg abadi. Hal ini sangat berbeda. dengan basis kerja seorang pelayanan Tuhan yg sekedar melakukan kewajiban atau menjadikan pelayanan sebagi periuk nasi.
Sesungguhnya bagi yg mengemas panggilan pelayanan sebagai suatu beban, pastinya tidak akan pernah mampu bersukacita, akan mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan dan tantangan, serta tidak akan memiliki ide-ide yang kreatif untuk membesarkan kehormatan peyanan yang dipercayakan kepadanya.
Sahabat saya menjadi pengerja gereja, mendapatkan tunjangan hidup 3 juta/bulan, ia merasa dengan besarnya tuntutan ekonomi (entah kebutuhan atau keinginan) melambungkan pikirannya merana tanpa rimbanya. Ia menyampaikan ingin rasanya pensiun dari pelayanan dan mencari pekerjaan yg lebih mapan supaya dapat menggunakan kebebasan keuangan.
Pengaruhnya sangat besar pada kualitas pelayanan yg diekspresikan.: nyaris tidak terlihat progres repor (laporan kemajuan), sering terlambat, kehilangan sukacita, monoton, sebel kalau melihatnya........
Broo.....penyebab utama dari sikap kita yang mudah menyerah dan kehilangan semangat pelayanan bukan karena hadangan berbagai kesulitan, hambatan dan penolakan saat kita melayani pekerjaan Tuhan; tetapi karena motivasi kita tidak didasari oleh fakta yg abadi. kita sering menempatkan uang, jabatan, kepuasan hidup, fasilitas kenyamanan yg merupakan fakta temporer (sementara) sebagai dasar sekaligus tujuan pelayanan.
Jujur saja dasar pelayanan sering kita tidak berpijak pada fakta-fakta abadi namun terkurung pada keinginan mendapatkan kenyamanan hidup, kekayaan, fasilitas atau kemudahan kemudahan hidup bahkan tidak menutup kemungkinan pelayanan kita sering didasari oleh perasaan (mood) saja sehingga begitu mudahnya dipermainkan oleh berubahnya keadaan.
Jelaslah bahwa persoalan yg paling esensi (mendasar) dalam spiritualitas pelayanan kita adalah sejauh mana kita secara pribadi bersedia dikendalikan oleh anugerah Allah sebagai fakta kekal yg tak terbantahkan?
Fakta 2. Pelayanan adalah milik Allah
Yes. 40:25-26 “Dengan siapa hendak kamu samakan Aku, seakan-akan Aku seperti dia? firman Yang Mahakudus. Arahkanlah matamu ke langit dan lihatlah: siapa yang menciptakan semua bintang itu dan menyuruh segenap tentara mereka keluar, sambil memanggil nama mereka sekaliannya? Satupun tiada yang tak hadir, oleh sebab Ia maha kuasa dan maha kuat”.
Allah mengajak umatNya untuk melihat keagungan dan kemuliaanNya yang terpancar di alam semesta ini.
Penelitian teknologi ruang angkasa menyingkapkan bahwa dalam alam semesta ini terdapat sekitar tiga triliun bintang dalam galaksi yang terbesar. Pada umumnya setiap galaksi berisi 200 hingga 300 milyar bintang, sementara galaksi kecil memiliki 100 milyar bintang. Sedangkan jumlah galaksi di alam semesta sekitar 300 milyar. Dengan jumlah galaksi yang sedemikian banyak sehingga sangat sulit untuk dihitung dengan alat kalkulator, maka kita dapat melihat bahwa planet bumi sebenarnya hanya seukuran 1 titik yg sangat kecil dalam alam semesta ini.
Kalau demikian seberapa besar ukuran manusia? Jangan terkejut kalau kita hanya berukuran lebih kecil dari “mikro-organisme” seperti: virus dan bakteri yang hanya dapat dilihat oleh mikroskop elektkron.
Saat diri kita merasa hebat ,besar dan sangat berguna, maka “arahkanlah matamu ke langit”. Ketika kita merasa lelah dan ingin berhenti saja melayani Allah, yang adalah pemilik dan penguasa alam semesta yang tak terbatas ini, lihatlah ke langit!
Kesadaran akan posisi diri kita di alam semesta sangat diperlukan karena kehadiran kita di dunia ini sesungguhnya bukanlah suatu peristiwa yang kebetulan. Allah telah merencanakan kehidupan dan kehadiran kita agar kita mempermuliakan namaNya dengan bersedia menjadi hambaNya.
Walau dari sudut ukuran kita sama sekali tidak berarti, tetapi sangat ajaib Allah berkenan memandang kita begitu berarti bagiNya. Firman Tuhan: “Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau” (Yes. 43:4a). Tetapi pengalaman hidup sehari-hari justru menuduh Allah tidak peduli dengan diri kita, sebab kita terus-menerus didera oleh berbagai macam persoalan dan penderitaan.
Demikian pula sikap umat Israel yang merasa Allah tidak peduli dan membiarkan mereka dihancurkan oleh kerajaan Babel dan dibuang di Babel selama 50 tahun lebih.
Yes.40:27, mereka mengungkapkan kekesalannya kepada Tuhan:Mengapakah engkau berkata demikian, hai Yakub, dan berkata begini, hai Israel: "Hidupku tersembunyi dari TUHAN, dan hakku tidak diperhatikan Allahku?"
Mereka melupakan satu kenyataan, yaitu dosa dan pemberontakan mereka melawan Allah yang menyebabkan Allah kemudian menyerahkan mereka kepada kerajaan Babel. Walaupun demikian Allah tetap menyayangi mereka dengan kasih yang tidak pernah putus-putusnya. Anugerah Allah senantiasa menopang mereka sehingga Dia terus-menerus memberi kekuatan dan semangat baru bagi umat yang kehilangan harapan.
Allah yang perkasa dan maha-kuasa ternyata sangat peduli dengan umat yang hidupnya seperti rumput (Yes. 40:6). Dengan keadaan umat yang berkeluh-kesah dan merasa haknya tidak diperhatikan oleh Allah, maka Allah kemudian berfirman: “Tidakkah kautahu, dan tidakkah kaudengar? TUHAN ialah Allah kekal yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, tidak terduga pengertian-Nya. Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya”
(Yes. 40:28-29).
Kasih Allah sungguh tak terperikan, tanpa syarat dan terus-bekerja melampaui seluruh kelemahan serta keberdosaan kita. Sehingga Dia terus berkenan menopang keberlangsungan alam semesta dan kehidupan kita di planet bumi ini.
Padahal menurut perhitungan, seandainya planet bumi ini hancur dan lenyap, tidak akan menimbulkan sesuatu yang berarti bagi tatanan galaksi di alam semesta. Jagad raya ini terlalu besar, luas dan sangat kompleks tak terbatas, sehingga kehilangan satu planet bernama bumi termasuk umat manusia sebenarnya bukan hal yang luar-biasa. Namun kasih Allah yang sungguh luar-biasa. Allah yang adalah sang Pencipta dan Pemelihara alam semesta berkenan “mengabdikan” diriNya untuk memelihara dan menyelamatkan manusia.
Dengan pemahaman teologis ini, nabi Yesaya memberikan orientasi dan pemaknaan hidup yang baru terhadap umat Israel agar mereka sungguh-sungguh mempermuliakan nama Allah dan menjadi para hambaNya yang setia.
Sehingga dalam keadaan yang sangat sulit dan penuh derita mereka tidak akan pernah tergoda untuk menghambaan diri kepada para dewa seperti dewa Marduk yang sangat dipuja oleh penduduk kerajaan Babel. Allah menantang umatNya: “Dengan siapa hendak kamu samakan Aku, seakan-akan Aku seperti dia? firman Yang Mahakudus” (Yes. 40:25).
Pelayanan sebagai wujud pengabdian diri perlu dilandasi oleh kesadaran iman bahwa sebenarnya diri kita begitu kecil di tengah-tengah alam semesta yang tak terbatas ini. Tetapi Allah berkenan memakai kita untuk melayaniNya. Bahkan Allah yang tak terbatas bersedia menjadikan kita yg sangat terbatas. Karena itu sebagai orang yang diselamatkan oleh kasih dan anugerah Allah, kita dipanggil untuk rela menjadi hamba bagi semua orang agar kita dapat memenangkan hati mereka bagi kemuliaan Allah.
Fakta 3. Pelayanan berpusat pada Allah
Yesaya 40:9
Hai Sion, pembawa kabar baik, naiklah ke atas gunung yang tinggi! Hai Yerusalem, pembawa kabar baik, nyaringkanlah suaramu kuat-kuat, nyaringkanlah suaramu, jangan takut! Katakanlah kepada kota-kota Yehuda: "Lihat, itu Allahmu!
Mereka yang menyadari makna pelayanan kepada Allah sebagai suatu kehormatan akan bersedia menjadi pembawa kabar baik bagi sesamanya . Mereka akan dengan sukacita menjadi seorang hamba Tuhan yg senantiasa memberitakan pekerjaan Allah yang sungguh ajaib dan menyelamatkan kehidupan setiap umatNya. Apalagi saat kita mengenal karya keselamatan Allah di dalam Yesus Kristus. Dipastikan akan mencurahkan seluruh waktu, tenaga, pikiran, dan hidup mereka untuk memberitakan karya keselamatan Allah yang agung itu.
Alasan inilah yang mendasari rasul Paulus untuk memberitakan Injil Kristus. Bagi rasul Paulus tugas memberitakan Injil pada hakikatnya suatu kehormatan dan kemuliaan yang telah dipercayakan oleh Allah kepadanya. Sehingga dia melakukan tugas pemberitaan Injil sebagai suatu keharusan yang datang dari lubuk hatinya yang paling dalam:
I Koritus 9:16.
“Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil”
Pengabdian diri itulah yang menyebabkan rasul Paulus tidak berharap memperoleh kehormatan dan pujian apapun selain dipercaya oleh Allah untuk memberitakan Injil Kristus. Bahkan dia sama sekali tidak pernah mengharapkan upah untuk kerja kerasnya dalam memberitakan Injil. Padahal seluruh hidupnya telah di investasikan total: seluruh tenaga, pemikiran yang sangat mendalam dan mempertaruhkan hidupnya selama dia mengabdikan diri sebagai pelayan Kristus. Tetapi sama sekali haknya untuk memperoleh upah dilepaskan dengan penuh kerelaan. Sebab bagi rasul Paulus makna upah yang paling mulia dalam kehidupan ini adalah:
“Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil” (I Kor. 9:18).
Sebagai hamba Tuhan, rasul Paulus tidak pernah menuntut upah, dia juga ingin menjadikan dirinya sangat efektif untuk membawa sesama bagi Kristus. Dengan demikian makna pengabdian bagi rasul Paulus bukan sekedar suatu kemungkinan untuk tidak memperoleh upah yang bersifat materi; tetapi lebih dari pada itu yaitu suatu spiritualitas yang bersedia menjadikan dirinya hamba bagi semua orang agar mereka memperoleh keselamatan di dalam Yesus Kristus.
Jadi makna pengabdian sebagai pengerja Kristus tidak pernah menuntut tetapi selalu bersedia melepaskan apa yang menjadi haknya secara sukarela, dan juga bersedia melepaskan kepentingan diri sehingga dia melayani setiap sesamanya dengan segenap hati.
Bagaimanakah dengan karakter hidup kita sebagai hamba Allah dalam menenuaikan pekerjaan yang telah dipercayakan Kristus kepada kita?
Bukankah kita lebih sering banyak menuntut kepada Allah dan sesama, yaitu cenderung menuntut untuk memperoleh upah secara “materi” dan upah secara “rohaniah”?
a. Tuntutan upah secara “materi” adalah ketika kita sangat mengharapkan untuk memperoleh penghargaan berupa uang bagi pelayanan yang kita anggap telah dilakukan secara profesional dan sepenuh hati.
b. Tuntutan upah secara rohaniah adalah saat kita mengharap penghargaan dan pujian dari sesama sehingga kita bersikap alergi terhadap semua kritik atau celaan.
Makna pengabdian diri yang seutuhnya kepada Allah juga terkait langsung dengan pola pengelolaan waktu secara efisien namun tetap menghasilkan pelayanan yang efektif yaitu pelayanan yang berdaya guna bagi banyak orang. Ketika pelayanan kita selalu fokus, yaitu tertuju hanya kepada kemuliaan Kristus dan kehendak Allah maka kita tidak akan mudah menyia-nyiakan waktu untuk bermanja diri dan memikirkan kepentingan diri sendiri.
Namun yang kita lakukan justru karena kita sering kurang fokus untuk mengabdikan diri secara penuh. Panggilan untuk mengabdikan diri kepada Allah di sana-sini masih disertai oleh egoisme diri, sehingga secara kuantitatif pelayanan kita memang sangat padat dan sibuk tetapi sebenarnya relasi kita dengan Allah tidaklah harmonis.
Kita sering mengklaim sedang melakukan pekerjaan atau program Allah, tetapi hati kita jauh dari kasih kepada Allah. Itu sebabnya secara fisik kelihatannya kita sangat sibuk melakukan pekerjaan Tuhan, tetapi sebenarnya kita lakukan untuk melayani diri sendiri.
Pelayanan sering dijadikan kompensasi (pelarian). Bukankah lebih terhormat dianggap sedang pelayanan kepada Tuhan dari pada kita dianggap tidak memiliki kegiatan apapun?
Jika demikian makna pelayanan dan pengabdian diri sering dipakai untuk menyembunyikan kekurangan dan kelemahan diri.
Apakah kita sekarang ini memposisikan diri sebagai pengerjanya Tuhan atau hanya sebagai pengerja gereja?
Tuhan merindukan semua orang yg mengenalnya bertransformasi sebagi hamba Tuhan yg abadi bukan sebagai pengerja gereja yg abadi!!!!!
Bagi kita semua yg mendedikasikan hidup sebagai pengerja Tuhan yg abadi, terimalah janji Tuhan.
“Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah” (Yes. 40:31).
Amin.
Tuhan sedang dan terus mencari orang-orang yg mau menjadi pelayanNya yg mau bekerja tanpa batas, kerja tuntas sampai pada batas akhir selamanya.
Bagaimana kita mengkondisikan diri untuk menjadi Hamba Tuhan tanpa batas, yg bersedia bekerja sebagai pengerja Tuhan bukan sebatas sebagai pengerja gereja?
Mendasari panggilan pelayanan pada FAKTA-FAKTA yg KEKAL bukan pada PERKARA-PERKARA yang FANA.
Fakta 1: Pelayanan adalah anugerah Allah
Yes. 40:1-2, firman Tuhan: “Hiburkanlah, hiburkanlah umat-Ku, demikian firman Allahmu, tenangkanlah hati Yerusalem dan serukanlah kepadanya, bahwa perhambaannya sudah berakhir, bahwa kesalahannya telah diampuni, sebab ia telah menerima hukuman dari tangan TUHAN dua kali lipat karena segala dosanya”.
Besarnya anugerah Allah yg mengendalikan seluruh hidup kita seharusnya menjadi dasar utama bagi kita untuk melayani Dia dengan segenap hati kita.
Yesaya 40 Merupakan ajakan Nabi Yesaya kepada umat Israel untuk merefleksikan pengalaman masa pembuangan yang begitu lama di Babel sebagai bentuk hukuman Allah atas dosa-dosa yang telah mereka lakukan. Apabila sebentar lagi mereka akan bebas dari pembuangan di Babel , mereka harus menyadari:
a. Pekerjaan pembebasan itu sama sekali bukan karena hasil usaha atau strategi cerdas manusia.
b. Kelepasan mereka dari Babel bukan karena mereka memiliki ketangguhan diplomasi atau kekuatan untuk menegosasi para pejabat kerajaan Babel.
c. Pembebasan Israel bukan karena pertolongan dari raja Koresy dari Persia yang berhasil mengalahkan kerajaan Babel pada tahun 536 sM.
Sesungguhnya pembebasan mereka dari pembuangan di Babel adalah karya keselamatan sebagai bentuk angerah Allah. Teknisnya memang Allah berkenan memakai raja Koresy untuk menjadi alat pembebas dari kekuasaan raja Nebukadnezar sebab Allah telah mengampuni dosa-dosa mereka.
Dasar yang utama dari pembebasan dari Babel adalah karena Allah telah berkenan mengampuni dosa mereka. Pembebasan dan keselamatan mereka semata-mata karena kasih-karunia Allah.
Menanggapi anugerah Allah dengan sikap mengasihi dan melayani adalah tanggungjawab logis sekaligus dasar pelayanan yg abadi. Hal ini sangat berbeda. dengan basis kerja seorang pelayanan Tuhan yg sekedar melakukan kewajiban atau menjadikan pelayanan sebagi periuk nasi.
Sesungguhnya bagi yg mengemas panggilan pelayanan sebagai suatu beban, pastinya tidak akan pernah mampu bersukacita, akan mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan dan tantangan, serta tidak akan memiliki ide-ide yang kreatif untuk membesarkan kehormatan peyanan yang dipercayakan kepadanya.
Sahabat saya menjadi pengerja gereja, mendapatkan tunjangan hidup 3 juta/bulan, ia merasa dengan besarnya tuntutan ekonomi (entah kebutuhan atau keinginan) melambungkan pikirannya merana tanpa rimbanya. Ia menyampaikan ingin rasanya pensiun dari pelayanan dan mencari pekerjaan yg lebih mapan supaya dapat menggunakan kebebasan keuangan.
Pengaruhnya sangat besar pada kualitas pelayanan yg diekspresikan.: nyaris tidak terlihat progres repor (laporan kemajuan), sering terlambat, kehilangan sukacita, monoton, sebel kalau melihatnya........
Broo.....penyebab utama dari sikap kita yang mudah menyerah dan kehilangan semangat pelayanan bukan karena hadangan berbagai kesulitan, hambatan dan penolakan saat kita melayani pekerjaan Tuhan; tetapi karena motivasi kita tidak didasari oleh fakta yg abadi. kita sering menempatkan uang, jabatan, kepuasan hidup, fasilitas kenyamanan yg merupakan fakta temporer (sementara) sebagai dasar sekaligus tujuan pelayanan.
Jujur saja dasar pelayanan sering kita tidak berpijak pada fakta-fakta abadi namun terkurung pada keinginan mendapatkan kenyamanan hidup, kekayaan, fasilitas atau kemudahan kemudahan hidup bahkan tidak menutup kemungkinan pelayanan kita sering didasari oleh perasaan (mood) saja sehingga begitu mudahnya dipermainkan oleh berubahnya keadaan.
Jelaslah bahwa persoalan yg paling esensi (mendasar) dalam spiritualitas pelayanan kita adalah sejauh mana kita secara pribadi bersedia dikendalikan oleh anugerah Allah sebagai fakta kekal yg tak terbantahkan?
Fakta 2. Pelayanan adalah milik Allah
Yes. 40:25-26 “Dengan siapa hendak kamu samakan Aku, seakan-akan Aku seperti dia? firman Yang Mahakudus. Arahkanlah matamu ke langit dan lihatlah: siapa yang menciptakan semua bintang itu dan menyuruh segenap tentara mereka keluar, sambil memanggil nama mereka sekaliannya? Satupun tiada yang tak hadir, oleh sebab Ia maha kuasa dan maha kuat”.
Allah mengajak umatNya untuk melihat keagungan dan kemuliaanNya yang terpancar di alam semesta ini.
Penelitian teknologi ruang angkasa menyingkapkan bahwa dalam alam semesta ini terdapat sekitar tiga triliun bintang dalam galaksi yang terbesar. Pada umumnya setiap galaksi berisi 200 hingga 300 milyar bintang, sementara galaksi kecil memiliki 100 milyar bintang. Sedangkan jumlah galaksi di alam semesta sekitar 300 milyar. Dengan jumlah galaksi yang sedemikian banyak sehingga sangat sulit untuk dihitung dengan alat kalkulator, maka kita dapat melihat bahwa planet bumi sebenarnya hanya seukuran 1 titik yg sangat kecil dalam alam semesta ini.
Kalau demikian seberapa besar ukuran manusia? Jangan terkejut kalau kita hanya berukuran lebih kecil dari “mikro-organisme” seperti: virus dan bakteri yang hanya dapat dilihat oleh mikroskop elektkron.
Saat diri kita merasa hebat ,besar dan sangat berguna, maka “arahkanlah matamu ke langit”. Ketika kita merasa lelah dan ingin berhenti saja melayani Allah, yang adalah pemilik dan penguasa alam semesta yang tak terbatas ini, lihatlah ke langit!
Kesadaran akan posisi diri kita di alam semesta sangat diperlukan karena kehadiran kita di dunia ini sesungguhnya bukanlah suatu peristiwa yang kebetulan. Allah telah merencanakan kehidupan dan kehadiran kita agar kita mempermuliakan namaNya dengan bersedia menjadi hambaNya.
Walau dari sudut ukuran kita sama sekali tidak berarti, tetapi sangat ajaib Allah berkenan memandang kita begitu berarti bagiNya. Firman Tuhan: “Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau” (Yes. 43:4a). Tetapi pengalaman hidup sehari-hari justru menuduh Allah tidak peduli dengan diri kita, sebab kita terus-menerus didera oleh berbagai macam persoalan dan penderitaan.
Demikian pula sikap umat Israel yang merasa Allah tidak peduli dan membiarkan mereka dihancurkan oleh kerajaan Babel dan dibuang di Babel selama 50 tahun lebih.
Yes.40:27, mereka mengungkapkan kekesalannya kepada Tuhan:Mengapakah engkau berkata demikian, hai Yakub, dan berkata begini, hai Israel: "Hidupku tersembunyi dari TUHAN, dan hakku tidak diperhatikan Allahku?"
Mereka melupakan satu kenyataan, yaitu dosa dan pemberontakan mereka melawan Allah yang menyebabkan Allah kemudian menyerahkan mereka kepada kerajaan Babel. Walaupun demikian Allah tetap menyayangi mereka dengan kasih yang tidak pernah putus-putusnya. Anugerah Allah senantiasa menopang mereka sehingga Dia terus-menerus memberi kekuatan dan semangat baru bagi umat yang kehilangan harapan.
Allah yang perkasa dan maha-kuasa ternyata sangat peduli dengan umat yang hidupnya seperti rumput (Yes. 40:6). Dengan keadaan umat yang berkeluh-kesah dan merasa haknya tidak diperhatikan oleh Allah, maka Allah kemudian berfirman: “Tidakkah kautahu, dan tidakkah kaudengar? TUHAN ialah Allah kekal yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, tidak terduga pengertian-Nya. Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya”
(Yes. 40:28-29).
Kasih Allah sungguh tak terperikan, tanpa syarat dan terus-bekerja melampaui seluruh kelemahan serta keberdosaan kita. Sehingga Dia terus berkenan menopang keberlangsungan alam semesta dan kehidupan kita di planet bumi ini.
Padahal menurut perhitungan, seandainya planet bumi ini hancur dan lenyap, tidak akan menimbulkan sesuatu yang berarti bagi tatanan galaksi di alam semesta. Jagad raya ini terlalu besar, luas dan sangat kompleks tak terbatas, sehingga kehilangan satu planet bernama bumi termasuk umat manusia sebenarnya bukan hal yang luar-biasa. Namun kasih Allah yang sungguh luar-biasa. Allah yang adalah sang Pencipta dan Pemelihara alam semesta berkenan “mengabdikan” diriNya untuk memelihara dan menyelamatkan manusia.
Dengan pemahaman teologis ini, nabi Yesaya memberikan orientasi dan pemaknaan hidup yang baru terhadap umat Israel agar mereka sungguh-sungguh mempermuliakan nama Allah dan menjadi para hambaNya yang setia.
Sehingga dalam keadaan yang sangat sulit dan penuh derita mereka tidak akan pernah tergoda untuk menghambaan diri kepada para dewa seperti dewa Marduk yang sangat dipuja oleh penduduk kerajaan Babel. Allah menantang umatNya: “Dengan siapa hendak kamu samakan Aku, seakan-akan Aku seperti dia? firman Yang Mahakudus” (Yes. 40:25).
Pelayanan sebagai wujud pengabdian diri perlu dilandasi oleh kesadaran iman bahwa sebenarnya diri kita begitu kecil di tengah-tengah alam semesta yang tak terbatas ini. Tetapi Allah berkenan memakai kita untuk melayaniNya. Bahkan Allah yang tak terbatas bersedia menjadikan kita yg sangat terbatas. Karena itu sebagai orang yang diselamatkan oleh kasih dan anugerah Allah, kita dipanggil untuk rela menjadi hamba bagi semua orang agar kita dapat memenangkan hati mereka bagi kemuliaan Allah.
Fakta 3. Pelayanan berpusat pada Allah
Yesaya 40:9
Hai Sion, pembawa kabar baik, naiklah ke atas gunung yang tinggi! Hai Yerusalem, pembawa kabar baik, nyaringkanlah suaramu kuat-kuat, nyaringkanlah suaramu, jangan takut! Katakanlah kepada kota-kota Yehuda: "Lihat, itu Allahmu!
Mereka yang menyadari makna pelayanan kepada Allah sebagai suatu kehormatan akan bersedia menjadi pembawa kabar baik bagi sesamanya . Mereka akan dengan sukacita menjadi seorang hamba Tuhan yg senantiasa memberitakan pekerjaan Allah yang sungguh ajaib dan menyelamatkan kehidupan setiap umatNya. Apalagi saat kita mengenal karya keselamatan Allah di dalam Yesus Kristus. Dipastikan akan mencurahkan seluruh waktu, tenaga, pikiran, dan hidup mereka untuk memberitakan karya keselamatan Allah yang agung itu.
Alasan inilah yang mendasari rasul Paulus untuk memberitakan Injil Kristus. Bagi rasul Paulus tugas memberitakan Injil pada hakikatnya suatu kehormatan dan kemuliaan yang telah dipercayakan oleh Allah kepadanya. Sehingga dia melakukan tugas pemberitaan Injil sebagai suatu keharusan yang datang dari lubuk hatinya yang paling dalam:
I Koritus 9:16.
“Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil”
Pengabdian diri itulah yang menyebabkan rasul Paulus tidak berharap memperoleh kehormatan dan pujian apapun selain dipercaya oleh Allah untuk memberitakan Injil Kristus. Bahkan dia sama sekali tidak pernah mengharapkan upah untuk kerja kerasnya dalam memberitakan Injil. Padahal seluruh hidupnya telah di investasikan total: seluruh tenaga, pemikiran yang sangat mendalam dan mempertaruhkan hidupnya selama dia mengabdikan diri sebagai pelayan Kristus. Tetapi sama sekali haknya untuk memperoleh upah dilepaskan dengan penuh kerelaan. Sebab bagi rasul Paulus makna upah yang paling mulia dalam kehidupan ini adalah:
“Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil” (I Kor. 9:18).
Sebagai hamba Tuhan, rasul Paulus tidak pernah menuntut upah, dia juga ingin menjadikan dirinya sangat efektif untuk membawa sesama bagi Kristus. Dengan demikian makna pengabdian bagi rasul Paulus bukan sekedar suatu kemungkinan untuk tidak memperoleh upah yang bersifat materi; tetapi lebih dari pada itu yaitu suatu spiritualitas yang bersedia menjadikan dirinya hamba bagi semua orang agar mereka memperoleh keselamatan di dalam Yesus Kristus.
Jadi makna pengabdian sebagai pengerja Kristus tidak pernah menuntut tetapi selalu bersedia melepaskan apa yang menjadi haknya secara sukarela, dan juga bersedia melepaskan kepentingan diri sehingga dia melayani setiap sesamanya dengan segenap hati.
Bagaimanakah dengan karakter hidup kita sebagai hamba Allah dalam menenuaikan pekerjaan yang telah dipercayakan Kristus kepada kita?
Bukankah kita lebih sering banyak menuntut kepada Allah dan sesama, yaitu cenderung menuntut untuk memperoleh upah secara “materi” dan upah secara “rohaniah”?
a. Tuntutan upah secara “materi” adalah ketika kita sangat mengharapkan untuk memperoleh penghargaan berupa uang bagi pelayanan yang kita anggap telah dilakukan secara profesional dan sepenuh hati.
b. Tuntutan upah secara rohaniah adalah saat kita mengharap penghargaan dan pujian dari sesama sehingga kita bersikap alergi terhadap semua kritik atau celaan.
Makna pengabdian diri yang seutuhnya kepada Allah juga terkait langsung dengan pola pengelolaan waktu secara efisien namun tetap menghasilkan pelayanan yang efektif yaitu pelayanan yang berdaya guna bagi banyak orang. Ketika pelayanan kita selalu fokus, yaitu tertuju hanya kepada kemuliaan Kristus dan kehendak Allah maka kita tidak akan mudah menyia-nyiakan waktu untuk bermanja diri dan memikirkan kepentingan diri sendiri.
Namun yang kita lakukan justru karena kita sering kurang fokus untuk mengabdikan diri secara penuh. Panggilan untuk mengabdikan diri kepada Allah di sana-sini masih disertai oleh egoisme diri, sehingga secara kuantitatif pelayanan kita memang sangat padat dan sibuk tetapi sebenarnya relasi kita dengan Allah tidaklah harmonis.
Kita sering mengklaim sedang melakukan pekerjaan atau program Allah, tetapi hati kita jauh dari kasih kepada Allah. Itu sebabnya secara fisik kelihatannya kita sangat sibuk melakukan pekerjaan Tuhan, tetapi sebenarnya kita lakukan untuk melayani diri sendiri.
Pelayanan sering dijadikan kompensasi (pelarian). Bukankah lebih terhormat dianggap sedang pelayanan kepada Tuhan dari pada kita dianggap tidak memiliki kegiatan apapun?
Jika demikian makna pelayanan dan pengabdian diri sering dipakai untuk menyembunyikan kekurangan dan kelemahan diri.
Apakah kita sekarang ini memposisikan diri sebagai pengerjanya Tuhan atau hanya sebagai pengerja gereja?
Tuhan merindukan semua orang yg mengenalnya bertransformasi sebagi hamba Tuhan yg abadi bukan sebagai pengerja gereja yg abadi!!!!!
Bagi kita semua yg mendedikasikan hidup sebagai pengerja Tuhan yg abadi, terimalah janji Tuhan.
“Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah” (Yes. 40:31).
Amin.