Menembus batas ketidakmungkinan

Sulitnya mendapatkan pertolongan ditengah kosongnya kepedulian dari para pemimpin yg berkepentingan mengentaskan mereka yg dirudung persolan merupakan realita tatanan kehidupan yg menyesakkan dada sampai saat ini.
Namun didalam Kristus: selalu ada harapan bagi mereka yg tak berpengharapan, selalu ada kemungkinan-kemungkinan baru di area ketidakmungkinan sekalipun.

Bagaimanakah cara menembus sistem yg lembam, egois, korup & penuh kebohongan ditengah mendesaknya kebutuhan yg tidak dapat ditunda pemenuhannya?:


Lukas 17: 11-18

Tuhan Yesus tidak bergegas menjawab permohonan belas kasihan dengan menyatakan kuasa kesembuhan kesepuluh orang berkusta tadi melainkan menyuruh mereka pergi memperlihatkan diri kepada imam-imam (ayat 14). Mengapa ?
Perubahan harus selalu dimulai dari tindakan kita,sekarang juga. Bagaimana tanggapan kita terhadap peritah Tuhan Yesus itu jauh lebih serius dari pada membicarakan metodenya Tuhan dalam bersikap.
Segeralah bertindak berapapun harganya!
Secara lahiriah, semua orang Yahudi harus mengikuti peraturan hukum Taurat ( Imamat 13:45-46) tentang mereka yang sakit kusta. Mereka harus berpakaian compang-camping, rambut tidak boleh disisir, mengasingkan diri dan mulut harus berseru: ”Najis! Najis!” sambil menutup muka. Mereka yg sakit kusta harus menderita secara bertumpuk-tumpuk:
Menderita secara phisik: dipaksa menyiksa diri sendiri
Menderita secara psikologis: disebut orang kotor, najis
Menderita karena beban hukum Torat: diasingkan dari lingkungan normal
Penderitaan orang kusta ini tidak akan bermetaporfosis jika mengikuti konsep agama Torat yg sudah membakukan seperti produk gagal. Tampaknya sudah tidak ada hari esok, tidak ada kemungkinan berubah......tidak bakal terjadi pemulihan. itu merupakan persepsi umum masyarakat pada waktu itu.
Namun Tuhan Yesus berkata: "pergilah" mendeklarasikan :masih ada harapan baru, masih terbuka kesempatan pemulihan, ada masa depan

Aplikasi:
Kabar baik bagi kita yg merasa tak punya harapan! ternyata harapan selalu ada didalam Dia.
Cerahkanlah iman kita untuk selalu mampu melihat KEMUNGKINAN Kemungkinan BARU ditengah ketidakmungkinan sekalipun. Bersikaplah optimis walaupun memang cukup alasan untuk tinggal dalam pesimisme.
Jangan salah menilai kinerja Tuhan ! seolah olah penderitaan merupakan garis kehidupan atau harga mati yg pantas dinikmati.
Allah selalu merancangkan yg baik bahkan sempurna jadi percayalah segala sesuatu yg tidak bersumber dari Allah pasti dapat dikembalikan sesuai dengan naturnya.
Oke ....berhentilah berfokus hanya pada materi persoalannya saja, berhentilah meratapi hidup...
usaplah air mata. Sekarang lihatlah Tuhan Yesus yg memberikan kemungkinan-kemungkinan baru..harapan baru...masa depan..pemulihan pasti nyata, sebesar tindakan kita dalam menanggapi FIRMANNYA.
Tuhan Yesus pasti MAMPU jika kita MAU bertindak melakukan kehendakNya.

2. Bertindaklah dari konsep iman menjadi tindakan nyata!
17:14
Lalu Ia memandang mereka dan berkata: "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam." Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir.


Yesus itu menjadi harapan satu-satunya.bagi mereka yg sakit kusta, karena para imam yg seharusnya berkewajiban mentahirkan orang yg sakit kusta di luar Bait Allah namun dalam prakteknya tidak lagi menjalankan dengan benar. Mereka hanya memusatkan perhatian pada urusan ritual keagamaan didalam Bait Allah saja.
Problemnya, untuk memasuki memasuki Bait Allah orang harus benar-benar bersih dari sakit kusta.
Padahal bersih tidaknya mereka itu perlu ditegaskan terlebih dahulu oleh imam-imam yang kini sedang sibuk melakukan upacara bukan ngurusi umat . Jadi orang kusta atau siapapun yang disangka menderita kusta benar-benar apes hidupnya, terkucil dan tidak memiliki tempat mengadu lagi. merana karena kusta....kecewa..karena lepra........sakno...sakno....(kasihan)
Hidup mereka sepi dengan perhatian namun ramai dengan cacian

Dengan menyuruh kesepuluh orang kusta tadi menghadap imam, Yesus menghormati hukum agama yang dikeramatkan dalam Im 14 tadi. Tentu saja
Yesus tahu tentang praktek kerja para imam di Bait Allah pada zaman itu tidak memudahkan orang kusta tadi menghadap imam-imam.
Yesus sebetulnya mengharapkan imam-imam agar berani keluar dari rutinitas memimpin ritual keagamaan untuk memikirkan kebutuhan umat yg lebih primer.
Demikian para penderita kusta itu tahu bahwa aturan maupun praktek hukum Torat oleh para imam akan menemui kesulitan atau bahkan tak ada kemungkinan untuk menghadap imam.

Walaupun mereka tahu bahwa resiko ditolak oleh para imam realita yg pasti. Apakah mereka mengabaikan perintah Tuhan Yesus? oh TIDAK
Walaupun selama diperjalanan menuju bait Allah di Yerusalem akan menanggung banyak cemooh masyarakat, tekad mereka tetap bulat: melakukan tepat seperti yang Tuhan Yesus katakan!
Sebagai hasilnya, dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir.

Aplikasi:

Menembus batas kemungkinan tak pernah menjadi pemberian yg cuma-cuma
Kepercayaan pada Kristus bukanlah teologia yg dipelajari namun tindakan yg dinyatakan
Iman kristen bukanlah tindakan tanpa pengorbanan namun usaha yg berani menanggung resiko. Dimana ada harapan , dimulainya pasti dari tindakan
Percaya pada Tuhan dan melakukan Firman Tuhan merupakan kunci satu satunya mencapai perubahan hidup. tidak ada cara lain dan jangan percaya pada cara lain.

3. Saksikan perubahan hidup dalam perbuatan nyata

Sepuluh orang kusta semuanya mendapat kesembuhan dari Tuhan namun hanya satu orang (Samaria) yang kembali kepada Yesus dan memuliakan Allah.
Kemungkinan besar kesembilan orang yg lain lebih memprioritaskan ikut tata cara pentahiran sesuai Hukum Torat dengan pergi kepada imam di bait Allah.

Setelah kesepuluh orang kusta mengetahui bahwa mereka telah sembuh, maka mereka kemudian tidak jadi meneruskan perjalanan ke rumah imam untuk membuktikan bahwa mereka telah tahir dari sakit kusta. Sesungguhnya mereka menyadari bahwa mereka kini telah sembuh setelah berjumpa dan percaya kepada perkataan Tuhan Yesus. Namun salah seorang dari kesepuluh orang kusta tersebut memutuskan untuk segera kembali menemui Tuhan Yesus dari pada segera pulang ke rumah karena sukacitanya. Dia datang untuk mengucap syukur atas pertolongan Tuhan Yesus.
Luk. 17:15-16 menyaksikan: “Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria”.

Orang kusta ini bukan hanya sekedar berterima-kasih untuk memenuhi adat dan sopan-santun dalam pergaulan, sikap yg normatif
Dia juga mempermuliakan Allah yang telah berkarya di dalam diri Kristus, sehingga tindakan orang kusta yang tersungkur di depan kaki Tuhan Yesus hendak menyatakan bahwa dia mengakui ke-Tuhanan Yesus Kristus.
Penyembuhannya dari penyakit kusta juga menjadi momen yang membuka mata-rohaninya terhadap identitas Kristus sebagai Tuhan dan Anak Allah yang maha-tinggi.
Namun sikap iman tersebut ternyata tidak dinyatakan oleh sembilan orang kusta lainnya yang telah disembuhkan oleh Tuhan Yesus. Mereka pergi begitu saja, tanpa sikap bersyukur , apalagi mempermuliakan Allah. Seakan-akan karya Kristus yang telah menyembuhkan mereka dari penyakit kusta merupakan suatu kesembuhan yang tanpa arti.
Padahal kesembilan orang kusta tersebut adalah umat Israel yang seharusnya memahami bahwa karya kesembuhan dari Kristus merupakan karya Allah sendiri. Sebaliknya identitas orang kusta yang datang menemui Tuhan Yesus dengan bersyukur dan mempermuliakan Allah dengan sangat jelas disebut: “Orang itu adalah seorang Samaria” (Luk. 17:16).

Identitas orang Samaria & Yahudi:

Orang-orang Samaria sering dianggap oleh umat Israel di Yudea sebagai bangsa yang najis sebab kepercayaan mereka telah bercampur dengan kekafiran “agama” bangsa Asyria.
Umat Israel di Yudea menganggap diri mereka sebagai umat Allah yang istimewa dan yang hidup berdasarkan kemurnian hukum Taurat.
Ironinya, kesembilan orang kusta yang adalah umat Israel di Yudea itu justru tidak menyatakan rasa syukur dan memuliakan Allah setelah penyakit kusta mereka disembuhkan. Sebaliknya orang Samaria yang dianggap kafir dan najis itu lebih peka dengan panggilan hati-nurani dan imannya dengan mempermuliakan Allah yang telah berkarya di dalam diri Kristus.
Perhatikanlah bahwa orang-orang yang menganggap dekat dan memiliki hubungan istimewa dengan Allah, seringkali tidak mampu menghargai anugerah dan karya keselamatan Allah yang telah terjadi dalam hidupnya. Justru orang-orang yang dianggap “najis” dan jauh dari Allah seringkali mampu memberi respon iman yang tulus.

Aplikasi:
Faktanya memang, orang yg tidak belajar mengenal ajaran Tuhan, orang kafir lebih tahu berterima kasih dan bersunguh-sungguh menghargaiNya. Sebenarnya h
akikat ucapan terima kasih bersifat universal. Setiap budaya, adat, filsafat, agama dan teologi manapun selalu mengajar kepada setiap orang untuk berterima-kasih saat mereka memperoleh sesuatu. Dengan demikian seharusnya ucapan terima-kasih telah mendarah-daging dalam kehidupan umat manusia. Itu sebabnya ucapan terima kasih seharusnya selalu muncul secara spontan dan tulus saat seseorang memperoleh sesuatu atau pertolongan. Namun dalam praktek hidup ternyata tidaklah demikian. Kita sering merasa bahwa kita layak untuk memperoleh sesuatu atau bantuan tertentu dari orang lain.
Kesembilan orang kusta yg sudah sembuh menghayati hidup secara konsumtif : kehidupan sebagai sesuatu yang ditujukan untuk melayani kepentingan dirinya.
Seorang Samaria yg disembuhkan menghayati hidup secara produktif: kehidupan harus diolah dan diperjuangkan bersama dengan sesama .Karena itu dalam tipe produktif, seseorang selalu menghargai setiap hal yang dialami sebagai suatu berkat atau karunia. Sikap penghargaan tersebut dinyatakan dalam ungkapan terima kasih dan ucapan syukur
Gambar kehidupan orang percaya persis yg dilakoni sembilan orang sakit kusta, seharusnya tanpa diajar sekalipun respon ucapan syukur dan penyembahan merupakan hakikat hidup yg menjadi prioritas umatNya. namum Tuhan hanya kita tempatkan sebagai obyek yg memang sepantasnya berperan sebagai penolong, pelindung, tabib, juruselamat, Jadi saat kita merasakan kebaikannya tiada terasa faedahnya atau bahkan perlu mengucap terimakasih kepadaNya.