Jangan Memaksa Batu diubah Menjadi Roti
Secara konseptual kita meyakini bahwa hal-hal jasmaniah hanyalah sarana penunjang pelayanan, ditempatkan sebagai kebutuhan sekunder yg tidak boleh mengalahkan hal-hal rohaniah yg menjadi kebutuhan primer dan sebagai tujuan pelayanan itu sendiri. Namun dalam realisasinya pelayanan kita sering dikoyak-koyak untuk lebih fokus pada sarana , variasi, penilaian keberhasilan phisik sehingga mengaburkan tujuan pelayanan yg sebenarnya.
Bagaimana mengkondisikan pelayanan kita tampil semakin cantik dalam bingkai rancangan Tuhan?
Belajar dari Tuhan Yesus sendiri yg tetap konsisten dengan kebenaran dan tak tergoyahkan dengan tawaran dunia semegah apapun?
Lukas 4:3
"Jika Engkau Anak Allah, suruhlah batu ini menjadi roti"
Saat Yesus lapar karena berpuasa, Iblis datang dengan menawari suatu solusi tepat mengatasi kebutuhan jasmaniah: “
Tawaran Iblis tersebut bukan sesuatu yang dibuat-buat namun sangat logis dan realistik.
Yesus menderita lapar, apa salahnya jika Dia menggunakan kuasaNya untuk mengubah beberapa batu di padang gurun untuk menjadi roti yang dibutuhkan oleh tubuhNya.
Ide dasar dari ajakan iblis ini adalah: menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.
Masalahnya, apakah penggunaan kuasa Yesus tersebut tidak merugikan siapapun.
Bukankah kuasa Yesus dibutuhkan untuk mengenyangkan perut yg lapar?
Atas dasar pemikiran itu ,iblis hendak mendorong-dorong kita menggunakan logika realistis bahwa hamba Tuhan juga manusia yg butuh pemenuhan kebutuhan jasmaniah.
Lhoooo...apa salahnya kita menggunakan potensi, kompetensi, pengalaman, reputasi dan pengaruh yang ada untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Sementara memang sesungguhnya kita mampu untuk melakukan sesuatu, apalagi pada saat yang kritis kita membutuhkan – apa salahnya kita menggunakan sebentar saja kuasa tersebut untuk memenuhi kebutuhan tersebut?
Mengubah batu menjadi roti adalah GODAAN "self suporting"
Orientasi hidup yg berfokuskan hanya pada pemenuhan kebutuhan diri sendiri saja
Iblis tidak mencobai Yesus untuk menggunakan kuasaNya berulangkali, tetapi hanya satu kali saja! Singkatnya Iblis mencobai Yesus dalam situasi kritis untuk melakukan solusi: “self-suporting” (mampu memenuhi kebutuhan sendiri).
Bahkan kecenderungan manusia pada umumnya malah dengan senang hati menggunakan kuasa, wewenang, dan pengaruhnya untuk memenuhi berbagai kebutuhannya sendiri. Kita merasa tidak berbuat salah dengan keputusan dan tindakannya tersebut.
Ketika kita telah terbiasa untuk melakukan sesuatu untuk kepentingan sendiri dengan dalih bahwa kita memiliki wewenang dan kuasa, maka kita telah terjebak pada penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang.
Sikap ini dimulai, karena kita pada awalnya hanya memberi satu peluang saja, yaitu pada saat kritis kita merasa berhak menggunakan kuasa dan wewenang yang ada.
Itulah sebabnya mengapa Tuhan Yesus segera menolak tawaran dan cara berpikir Iblis yang tampaknya logis dan realistik dengan berkata: “Ada tertulis: “Manusia hidup bukan dari roti saja" Lukas. 4:4.
Yesus menghadapi godaan iblis menggunakan Firman Allah
Kebenaran yg mendasar dalam hidup ditegaskan Tuhan Yesus: bahwa manusia HIDUP bukan dari ROTI saja. Jadi roti bukanlah tujuan walaupun itu merupakan kebutuhan, roti perlu sebagai sarana (instrumen), roti bukanlah sasaran pelayanan kita!
Cara untuk mengatasi godaan yg akan meruntuhkan nilai kebenaran haruslah dilawan dengan kebenaran yg absolut , yaitu firman Tuhan.
Penyalahgunaan sedikit atau sekali saja kekuasaan dan wewenang yang kita miliki pada saat yang kritis memang benar dan logis secara manusiawi. Namun dampaknya walaupun hanya dilakukan satu kali saja, sama saja telah membuka pintu masuk untuk diulang kembali pada masa-masa kemudian. Pola pemenuhan kebutuhan “perut” dengan cara yang demikian, justru akan membutakan manusia untuk melihat sesuatu yang lebih mendasar (prinsip), yaitu arti hidup manusia tidak sebatas kebutuhan perut.
Alasan penolakan Yesus untuk mengubah batu menjadi roti
Filosofi iblis: Kebenaran diukur dari besarnya tingkat ketercapaian kebutuhan manusia.
Iblis selalu menggoda manusia untuk melihat nilai kebenaran dari sudut kebutuhan yang sifatnya lahiriah, Sehingga nilai kebenaran sering disejajarkan dengan sejumlah kebutuhan fisik yang primer. Artinya untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup yang dianggapnya primer tersebut, semua nilai kebenaran dipaksa untuk menyesuaikan diri. Jadi ada alasan pembenar dalam pelayanan untuk boleh menyimpangkan tujuan pelayanan bagi tercapainya kebutuhan penunjang pelayanan.
Apa yg salah dengan pelayanan kita?
Bukan karena kita tidak setia, bukan karena kurang gigih, bukan kurang beriman dan bukan juga kurang kompeten...kita justru sering menjadi orang yg memiliki kompetensi yg luar biasa.
Persoalannya, kita sering merasa tidak bersalah dengan menjual pelayanan dengan alasan kebutuhan. Kita sering mendemontrasikan kehebatan pelayanan untuk alasan kemuliaan Tuhan padahal motif yg tersembunyi adalah mengarahkan kekaguman pada manusia.
Menyalahgunakan potensi pelayanan adalah alasan yg dikemukakan Tuhan Yesus untuk menolak mengubah batu menjadi roti!
Jangan mempercayai teori iblis yg menyatakan bahwa rumusan kebenaran dipandang bernilai mutlak, sejauh kebenaran tersebut berguna atau bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan hidup fisik manusia.
Dengan logika yang demikian tidaklah mengherankan jikalau kita sering mengorbankan prinsip dan nilai-nilai imannya demi kebutuhan “sesuap nasi”.
Kita sering menjadi tidak segan mengorbankan kesetiaan dan imannya kepada Allah demi memperoleh fasilitas, kenikmatan, kemudahan, fasilitas dan jaminan masa depan.
Ketika kita tergoda untuk menggunakan kekuasaan dan wewenang, maka tindakan kita tersebut menjadi menipu diri sendiri. Seharusnya seluruh potensi pelayanan yang dianugerahkan Allah kepada kita adalah untuk kemuliaan Allah dan kebaikan sesama.
Itu sebabnya Tuhan Yesus menolak tawaran dari Iblis untuk mengubah batu menjadi roti bagi diriNya sendiri. Tetapi pada pihak lain Tuhan Yesus tidak pernah segan menggandakan roti untuk kepentingan orang banyak (Luk. 9:10-17).
Bagaimana dengan prinsip kerja pelayanan kita?
Jika situasi sulit menjepit kita sampai pada tingkatan yg paling jasmaniah, urusan perut, masa depan, kelangsungan hidup sehari-hari sanggupkah iman kita menempatkan KEBENARAN ALLAH sebagai sesuatu yg tidak boleh ditukarkan dengan apapun juga?
Jangan risau sahabat...
Tuhan Yesus sudah mengalahkan semua pencobaan,
Sekarang ini Dia sedang berjalan bersama kita, mencurahkan kasih dan kuasaNya yg tak terbatas, menuntun langkah kita membawa pada kebenaran dan berkatNya yg sejati.
Nikmati hari ini dalam kemenangan bersamaNya.... amin
Secara konseptual kita meyakini bahwa hal-hal jasmaniah hanyalah sarana penunjang pelayanan, ditempatkan sebagai kebutuhan sekunder yg tidak boleh mengalahkan hal-hal rohaniah yg menjadi kebutuhan primer dan sebagai tujuan pelayanan itu sendiri. Namun dalam realisasinya pelayanan kita sering dikoyak-koyak untuk lebih fokus pada sarana , variasi, penilaian keberhasilan phisik sehingga mengaburkan tujuan pelayanan yg sebenarnya.
Bagaimana mengkondisikan pelayanan kita tampil semakin cantik dalam bingkai rancangan Tuhan?
Belajar dari Tuhan Yesus sendiri yg tetap konsisten dengan kebenaran dan tak tergoyahkan dengan tawaran dunia semegah apapun?
Lukas 4:3
"Jika Engkau Anak Allah, suruhlah batu ini menjadi roti"
Saat Yesus lapar karena berpuasa, Iblis datang dengan menawari suatu solusi tepat mengatasi kebutuhan jasmaniah: “
Tawaran Iblis tersebut bukan sesuatu yang dibuat-buat namun sangat logis dan realistik.
Yesus menderita lapar, apa salahnya jika Dia menggunakan kuasaNya untuk mengubah beberapa batu di padang gurun untuk menjadi roti yang dibutuhkan oleh tubuhNya.
Ide dasar dari ajakan iblis ini adalah: menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.
Masalahnya, apakah penggunaan kuasa Yesus tersebut tidak merugikan siapapun.
Bukankah kuasa Yesus dibutuhkan untuk mengenyangkan perut yg lapar?
Atas dasar pemikiran itu ,iblis hendak mendorong-dorong kita menggunakan logika realistis bahwa hamba Tuhan juga manusia yg butuh pemenuhan kebutuhan jasmaniah.
Lhoooo...apa salahnya kita menggunakan potensi, kompetensi, pengalaman, reputasi dan pengaruh yang ada untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Sementara memang sesungguhnya kita mampu untuk melakukan sesuatu, apalagi pada saat yang kritis kita membutuhkan – apa salahnya kita menggunakan sebentar saja kuasa tersebut untuk memenuhi kebutuhan tersebut?
Mengubah batu menjadi roti adalah GODAAN "self suporting"
Orientasi hidup yg berfokuskan hanya pada pemenuhan kebutuhan diri sendiri saja
Iblis tidak mencobai Yesus untuk menggunakan kuasaNya berulangkali, tetapi hanya satu kali saja! Singkatnya Iblis mencobai Yesus dalam situasi kritis untuk melakukan solusi: “self-suporting” (mampu memenuhi kebutuhan sendiri).
Bahkan kecenderungan manusia pada umumnya malah dengan senang hati menggunakan kuasa, wewenang, dan pengaruhnya untuk memenuhi berbagai kebutuhannya sendiri. Kita merasa tidak berbuat salah dengan keputusan dan tindakannya tersebut.
Ketika kita telah terbiasa untuk melakukan sesuatu untuk kepentingan sendiri dengan dalih bahwa kita memiliki wewenang dan kuasa, maka kita telah terjebak pada penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang.
Sikap ini dimulai, karena kita pada awalnya hanya memberi satu peluang saja, yaitu pada saat kritis kita merasa berhak menggunakan kuasa dan wewenang yang ada.
Itulah sebabnya mengapa Tuhan Yesus segera menolak tawaran dan cara berpikir Iblis yang tampaknya logis dan realistik dengan berkata: “Ada tertulis: “Manusia hidup bukan dari roti saja" Lukas. 4:4.
Yesus menghadapi godaan iblis menggunakan Firman Allah
Kebenaran yg mendasar dalam hidup ditegaskan Tuhan Yesus: bahwa manusia HIDUP bukan dari ROTI saja. Jadi roti bukanlah tujuan walaupun itu merupakan kebutuhan, roti perlu sebagai sarana (instrumen), roti bukanlah sasaran pelayanan kita!
Cara untuk mengatasi godaan yg akan meruntuhkan nilai kebenaran haruslah dilawan dengan kebenaran yg absolut , yaitu firman Tuhan.
Penyalahgunaan sedikit atau sekali saja kekuasaan dan wewenang yang kita miliki pada saat yang kritis memang benar dan logis secara manusiawi. Namun dampaknya walaupun hanya dilakukan satu kali saja, sama saja telah membuka pintu masuk untuk diulang kembali pada masa-masa kemudian. Pola pemenuhan kebutuhan “perut” dengan cara yang demikian, justru akan membutakan manusia untuk melihat sesuatu yang lebih mendasar (prinsip), yaitu arti hidup manusia tidak sebatas kebutuhan perut.
Alasan penolakan Yesus untuk mengubah batu menjadi roti
Filosofi iblis: Kebenaran diukur dari besarnya tingkat ketercapaian kebutuhan manusia.
Iblis selalu menggoda manusia untuk melihat nilai kebenaran dari sudut kebutuhan yang sifatnya lahiriah, Sehingga nilai kebenaran sering disejajarkan dengan sejumlah kebutuhan fisik yang primer. Artinya untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup yang dianggapnya primer tersebut, semua nilai kebenaran dipaksa untuk menyesuaikan diri. Jadi ada alasan pembenar dalam pelayanan untuk boleh menyimpangkan tujuan pelayanan bagi tercapainya kebutuhan penunjang pelayanan.
Apa yg salah dengan pelayanan kita?
Bukan karena kita tidak setia, bukan karena kurang gigih, bukan kurang beriman dan bukan juga kurang kompeten...kita justru sering menjadi orang yg memiliki kompetensi yg luar biasa.
Persoalannya, kita sering merasa tidak bersalah dengan menjual pelayanan dengan alasan kebutuhan. Kita sering mendemontrasikan kehebatan pelayanan untuk alasan kemuliaan Tuhan padahal motif yg tersembunyi adalah mengarahkan kekaguman pada manusia.
Menyalahgunakan potensi pelayanan adalah alasan yg dikemukakan Tuhan Yesus untuk menolak mengubah batu menjadi roti!
Jangan mempercayai teori iblis yg menyatakan bahwa rumusan kebenaran dipandang bernilai mutlak, sejauh kebenaran tersebut berguna atau bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan hidup fisik manusia.
Dengan logika yang demikian tidaklah mengherankan jikalau kita sering mengorbankan prinsip dan nilai-nilai imannya demi kebutuhan “sesuap nasi”.
Kita sering menjadi tidak segan mengorbankan kesetiaan dan imannya kepada Allah demi memperoleh fasilitas, kenikmatan, kemudahan, fasilitas dan jaminan masa depan.
Ketika kita tergoda untuk menggunakan kekuasaan dan wewenang, maka tindakan kita tersebut menjadi menipu diri sendiri. Seharusnya seluruh potensi pelayanan yang dianugerahkan Allah kepada kita adalah untuk kemuliaan Allah dan kebaikan sesama.
Itu sebabnya Tuhan Yesus menolak tawaran dari Iblis untuk mengubah batu menjadi roti bagi diriNya sendiri. Tetapi pada pihak lain Tuhan Yesus tidak pernah segan menggandakan roti untuk kepentingan orang banyak (Luk. 9:10-17).
Bagaimana dengan prinsip kerja pelayanan kita?
Jika situasi sulit menjepit kita sampai pada tingkatan yg paling jasmaniah, urusan perut, masa depan, kelangsungan hidup sehari-hari sanggupkah iman kita menempatkan KEBENARAN ALLAH sebagai sesuatu yg tidak boleh ditukarkan dengan apapun juga?
Jangan risau sahabat...
Tuhan Yesus sudah mengalahkan semua pencobaan,
Sekarang ini Dia sedang berjalan bersama kita, mencurahkan kasih dan kuasaNya yg tak terbatas, menuntun langkah kita membawa pada kebenaran dan berkatNya yg sejati.
Nikmati hari ini dalam kemenangan bersamaNya.... amin