Suka-duka dalam firman
Mazmur 119 : 32 - 48 
  Sungguhkah hidup akrab dengan firman selalu ditandai oleh suasana hati  suka? Jika dalam perikop yang kita baca kemarin timbul kesan demikian,  tidak demikian dengan perikop hari ini. Kini lebih banyak ungkapan yang  menandakan kesusahan (25, 28, 39) daripada kesukaan (24) diakui jujur  oleh pemazmur menjadi pengalaman nyata dia sehari-hari.  
  Bukankah pengalaman serupa juga menjadi fakta orang beriman masa kini?  Mengapa bisa demikian? Apabila kita juga mengalami suka duka yang sama  dalam firman, bagaimana kita sebaiknya bersikap? Perikop ini memberi  kita analisis mengapa kemenduaan perasaan demikian bisa terjadi. Dengan  memahami penyebabnya, kita akan mengerti bagaimana jalan keluarnya.  Pertama, pemazmur mengungkapkan bahwa perasaan negatif yang dialaminya  adalah akibat tekanan dari orang yang tidak tunduk kepada kebenaran  Allah. Mereka bukan orang sembarangan, tetapi orang-orang berpengaruh  yang justru bersepakat melawan pemazmur (23). Pengalaman sama juga  sering kita alami kini. Justru tatkala kita berpaut pada firman dan  bertekad menaatinya, kita akan berhadapan dengan risiko yang tidak enak.  Pengalaman pahit paling nyata adalah ketika kita ingin menerapkan  firman dalam lingkup etika (29-31).  
  Kedua, kedukaan muncul karena ada kelemahan di pihak orang beriman  untuk mampu sungguh mencintai dan melaksanakan firman (25-27, 34-36).  Orang beriman masih memiliki berbagai kelemahan dan kecenderungan  melanggar firman. Kerinduan untuk mengerti firman, tidak selalu terjawab  dalam pengalaman nyata. Firman kita baca dan renungkan, tetapi kita  tidak kunjung memahaminya. Firman ingin kita pegang menjadi prinsip  hidup, namun kita tidak teguh hati berpegang kepadanya. Juga sering  tidak cukup keberanian untuk memikul segala risiko yang tidak enak.  
 Penerapan:  Jangan berhenti merenungkan firman hanya karena Anda tidak mengerti.  Jangan berhenti berjuang menaati firman meski berat risikonya. 
