Menggenggam Harapan
 
 Sepasang  suami isteri menggelar dagangannya di trotoar jalan. Saat itu petang  turun terburu-buru. Lampu jalan cukup terang untuk menerangi dagangan  mereka. Di kanan kiri tumpukan puing-puing bongkaran pasar mengepung. Di  depan berlalu-lalang kendaraan dan langkah-langkah cepat. Siapa pula  tertarik membeli? Namun, mereka berdua silih berganti menyapa dan  menawarkan dagangan. Kaos anak warna-warni, setangan sebungkus tiga, rok  kecil, dan entah apalagi. “Wahai suami isteri pedagang, mengapa kalian  yakin ada yang membeli dagangan itu. Bagaimana kalian bias menjajakan  barang di keremangan dan keriuhan seperti ini?”
Sepasang  suami isteri menggelar dagangannya di trotoar jalan. Saat itu petang  turun terburu-buru. Lampu jalan cukup terang untuk menerangi dagangan  mereka. Di kanan kiri tumpukan puing-puing bongkaran pasar mengepung. Di  depan berlalu-lalang kendaraan dan langkah-langkah cepat. Siapa pula  tertarik membeli? Namun, mereka berdua silih berganti menyapa dan  menawarkan dagangan. Kaos anak warna-warni, setangan sebungkus tiga, rok  kecil, dan entah apalagi. “Wahai suami isteri pedagang, mengapa kalian  yakin ada yang membeli dagangan itu. Bagaimana kalian bias menjajakan  barang di keremangan dan keriuhan seperti ini?” 
“Kami tak kehilangan harapan”, begitu jawabnya. “Itulah satu-satunya  kekuatan kami. Kami tak tahu apa dan bagaimana membesarkan usaha ini,  namun kami tahu harapan takkan pernah meninggalkan mereka yang  menggenggamnya.” Berterimakasihlah pada orang-orang kecil yang  memberikan teladan dan menebarkan harapan perbaikan hidup pada kita.  Mereka tiang penyangga yang menahan langit dari keruntuhan. Mereka  peredup terik mentari kehidupan yang ada kalanya terasa panas membakar.