Enaknya Hidup Merdeka

 “… kita bukanlah anak-anak hamba perempuan, melainkan anak-anak perempuan merdeka.” (Galatia 4:31)
Hidup di dalam penjara itu susah. Apa-apa diatur, apa-apa dilarang, apa-apa dibatasi. Sekalipun ada koruptor yang bisa membayar lebih demi ruangan penjara ber-AC dan bisa keluar masuk tahanan dengan leluasa, dia tetaplah tahanan yang mendekam di penjara. Kehidupannya tetap tidak sebebas orang yang hidup di luar penjara.

Orang Yahudi memang tidak tinggal di dalam penjara. Namun hidup mereka seolah terpenjara, bukan oleh tembok atau jeruji besi, melainkan oleh hukum Taurat, aturan agama yang ketat, tradisi yang mengikat, dan kebiasaan-kebiasaan yang penuh aturan dan batasan. Namun mereka mau melakukan itu semua, karena menurut mereka, melakukan hukum Taurat adalah jalan untuk memperolah keselamatan dari Tuhan.

Bagaimana dengan orang Kristen? Apakah juga diatur oleh hukum, tradisi, adat dan birokrasi? Tidak. Paulus mengumpamakan orang Kristen itu orang bebas, orang yang tidak lahir dari perempuan budak (Hagar) melainkan perempuan merdeka (Sarai). Maka di dalam Yesus, tidak ada lagi kungkungan hukum Taurat. Karena Yesus telah menebus dosa kita. 

Sebagai orang bebas, janganlah kirannya orang Kristen malah membuat hukum atau “penjara”nya sendiri dalam praktek hidup beragama. Jika di gereja makin banyak aturan, sebenarnya kurang mencerminkan kemerdekaan Krsiten. Walaupun kemerdekaan Kristen bukan berarti merdeka sebebas-bebasnya. Namun kita pantas bersyukur karena Yesus mengubah kita dari orang terpenjara karena dosa, menjadi orang merdeka dan layak menerima keselamatan.