Cerita, "Panah"
Suatu  ketika, hiduplah seorang bijak yang mahir memanah. Dia, mempunyai 3   orang murid yang setia. Ketiga pemuda tersebut, amatlah tekun menerima   setiap pelajaran yang diberikan oleh guru tuanya itu. Mereka bertiga   sangat patuh, dan tumbuh menjadi 3 orang pemanah yang ulung. Telah   banyak buruan yang mereka dapatkan. Bidikan mereka bertiga sangatlah   jitu. Sampai suatu ketika, tibalah saat untuk ujian bagi ketiganya.
Sang   guru, kemudian memilih lokasi ujian di sekitar tempat mereka belajar.   Pilihannya jatuh pada sebuah pohon besar dengan latar belakang gunung   yang indah. Di letakkannya sebuah burung-burungan kayu, pada cabang   pohon itu. Setelah mengambil jarak beberapa puluh meter, Ia lalu   berkata, "Muridku, lihatlah ke arah gunung itu, apa yang akan kau   bidik.."
Murid pertama maju ke depan. Busur dan anak panah  telah  disiapkan. Dengan lantang, ia menjawab, "Aku melihat sebuah  batang  pohon. Itulah sasaran bidikanku." Sang guru tersenyum. Ia  memberikan  tanda, agar muridnya itu menunda bidikannya. Sesaat  kemudian, murid yang  kedua pun melangkah mendekat. "Bukan. Aku melihat  sebuah burung. Itulah  sasaran bidikanku. Biarkan aku memanahnya Guru.  Nanti, " seru murid  itu, "kita bisa memanggang burung yang lezat untuk  makan siang."
Sang  guru kembali tersenyum. Diisyaratkan  tanda agar jangan memanah dulu. Ia  bertanya kepada murid yang ketiga.  "Apa yang kau lihat ke arah gunung  itu?" Murid ketiga terdiam. Ia  mengambil sebuah anak panah. Di  rentangkannya tali busur, dibidiknya ke  arah pohon tadi. Tali-tali itu  menegang kuat. "Aku hanya melihat bola  mata seekor burung-burungan kayu.  Itulah bidikanku." Diturunkannya  busur itu. Tali-tali panah tak lagi  meregang. Sang Guru kembali  tersenyum, namun kali ini, dengan rasa  bangga yang penuh.
"Muridku,  sejujurnya, kalian semua layak untuk  lulus ujian ini. Namun, ada satu  hal yang perlu kalian ingat dalam  memanah. Fokus. Sekali lagi, fokus.  Tentukan bidikan kalian dengan  cermat. Tujuan yang jelas, akan selalu  meniadakan hal-hal yang menjadi  penganggunya." Ia kembali melanjutkan,  "Sebuah keberhasilan bidikan,  akan ditentukan dari tingkat kesulitan  yang dihadapinya. Sebuah pohon  besar dan burung, tentu adalah sasaran  yang paling mudah untuk di dapat.  Namun, bisa mendapatkan bidikan pada  bola mata burung-burungan kayu,  itulah yang perlu kalian terus latih.
***
Sahabatku,   memanah, adalah sama halnya dengan hidup. Kita pun perlu mempunyai   fokus. Kita butuh sasaran dan tujuan. Memang, selalu ada banyak   godaan-godaan pilihan yang harus di bidik. Selalu ada ribuan sasaran   yang akan kita tuju dalam hidup. Ada bidikan yang mudah, dan ada pula   bidikan yang sangat mudah.
Namun, kita harus jeli. Kita  wajib  untuk cermat. Dan, sudahkan kita tentukan tujuan hidup kita  dengan jeli,  dengan cermat? Tujuan yang terfokus, mungkin bukanlah  hadir pada  hal-hal yang besar. Tujuan yang terfokus, kerap ada pada  sesuatu yang  kecil, yang kadang sering dianggap remeh.
Sahabat,  selalu ada  banyak hiasan-hiasan dan marginalia yang muncul pada setiap  tujuan hidup  kita. Kadang, hiasan itu terlampau indah, dan membuat  kita terpesona,  lupa akan tujuan kita sesungguhnya. Marginalia itu  kadang begitu  menggoda, dan mengaburkan pandangan kita untuk menentukan  fokus.
Dan  sahabat, mari, bidiklah setiap sasaran itu  dengan jeli. Siapkanlah  "busur dan panah" hidup kita dengan cermat.  Bukankah, nilai dalam lomba  memanah, akan diukur dari lingkaran yang  terkecil? Dari sanalah nilai  terbesar akan kita dapatkan. Karena saya  percaya, hidup adalah sama  dengan memanah, dengan Allah sebagai "wasit  penentunya."