Cerita, "Lihat Jam Dinding itu!"

Cerita, "Lihat Jam Dinding itu!"

Sahabat,…

Ada salah satu pengalaman menarik, ketika saya menuntut ilmu di pondok pesantren. Sebuah kata-kata yang sangat menggugah diri hingga saat ini. Saya yang dahulu orangnya sangat minder, pemalu, Alhamdulillah terpicu untuk menjadi orang yang berani tampil dan berbicara didepan banyak orang.

Mungkin diantara sahabat sekalian ada yang minder untuk tampil didepan banyak orang seperti saya dahulu. Hmm… semoga cerita ini bisa mengurangi minder anda, dan memicu keberanian anda…


Sahabat, saat itu saya masih duduk di kelas satu, Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Pondok Pesantren Al Mukmin Solo, sebuah pendidikan setingkat dengan SLTP/SMP saat itu. Saya yakin anda kenal dengan pondok tersebut. Pondok tersebut populer dengan nama pondok Ngruki.

Ya, anda benar, sering media mengaitkan dengan terrorist saat itu, karena ada segelintir alumni dari ratusan ribu alumninya menjadi pelaku terorris. Ah, sebuah kesimpulan yang terburu-buru menurutku, hingga mereka menuduh pondok kami mengajarkan terorisme. Ah, terserah mereka saja… saya cuma berusaha membuktikan dengan diri saya sebagai salah satu alumni. Dengan sikap saya, bahwa pernyataan itu tidak benar. Bahkan berbalik 180 derajat!... Because, My Name is Jihad, anda I am not a terrorist…!!! (he he… masih terniang dan teringat film “My Name is Khan” yang saya tonton kemarin. Yang belum nonton… saya sarankan nonton. Nggak bakalan nyesel Insya Allah)

Loh kok malah ngelantur…, mohon maaf sahabat. Kembali ke topik pembicaraan awal. Saat itu kami semua para santri berkumpul di masjid seusai sholat berjamaah. Kami semua menunggu ketua IST (kalau di sekolah negeri bernama OSIS) akan berceramah. Sebuah ceramah yang sangat berkesan bagiku.

“Kalian sebagai santri harus berani tampil didepan umum!” pekiknya.

“Percaya tidak, bahwa orang yang berani berbicara didepan banyak orang, dia mampu menguasai lebih dari 80% orang yang dihadapannya. Percaya tidak?” tanyanya.

Saat itu kami terdiam sambil mendengarkan perkataannya yang berapi-api penuh semangat.

“Loh, kok malah diam?... Berarti kalian tidak percaya?” tanyanya lagi.

“Oke, kalo begitu… Coba sekarang kalian lihat jam dinding itu!” katanya sambil menunjuk sebuah jam dinding yang menempel tembok di belakang kami.

Penasaran kamipun melihat jam dinding itu. Apa maksudnya disuruh untuk melihat jam dinding biasa itu? Tanyaku dalam hati.

“Nah…! Terbukti kan? Lebih dari 80 % kalian semua melihat jam dinding itu. Hanya yang tidur yang tidak melihat jam itu. Betul?... Sekarang percaya kan?” kata dia puas, dengan senyum lebar, merasa berhasil mempengaruhi kami.

Ow ternyata maksudnya itu. Bibirku tersenyum takjub membenarkan kata-katanya.

Sejak saat itu saya memulai termotivasi untuk berani tampil dan berbicara didepan umum. Tentunya bukan sekedar berani, tapi juga harus didukung dengan pembelajaran tekhnik berbicara dan berpidato. Alhamdulillah, program Muhadoroh, sangat mendukung pembelajaranku. Sebuah program berlatih berpidato. Sepekan dua kali. Setiap hari senin dan kamis sore. Kami semua digilir untuk berpidato menggunakan bahasa Indonesia, Bahasa Arab, dan Bahasa Inggris.

Meja-meja kelas dijadikan satu, menjadi sebuah panggung. Para santri yang tidak mendapat giliran berpidato menjadi penonton. Tak jarang mereka usil mengganggu rasa percaya diri kami. Tapi tak jarang pula mereka menyemangati kami ketika kami, kikuk minder berdiri diatas panggung. Ah, sebuah kenangan indah yang tak terlupakan disana.