Sepulang dari perjalanan tersebut, sang Ayah bertanya kepada anaknya, "Bagaimana perjalanan tadi?"
"Sungguh luar biasa, Pa." Jawab si Anak yang masih terkesan.
"Kamu lihat kan bagaimana kehidupan mereka yang miskin?" tanya sang
Ayah.
"Iya Pa," jawabnya.
"Jadi, apa yang dapat kamu pelajari dari perjalanan ini?" tanya Ayahnya lagi.
Si Anak menjawab, "Saya melihat kenyataan bahwa kita mempunyai seekor anjing, sedangkan mereka memiliki empat ekor. Kita punya sebuah kolam yang panjangnya hanya sampai ke tengah-tengah taman, sedangkan mereka memiliki sungai yang tak terhingga panjangnya. Kita memasang lampu taman yang dibeli dari luar negeri, sedangkan mereka memiliki bintang-bintang di langit untuk menerangi taman mereka. Beranda rumah kita lebarnya hanya mencapai halaman depan, sedangkan milik mereka seluas horison. Kita tinggal dan hidup di tanah yang sempit, sedangkan mereka mempunyai tanah sejauh mata memandang. Setiap kebutuhan kita hanya mampu dilayani pelayan yang kita miliki, tetapi mereka mampu melayani diri mereka sendiri. Kita membeli makanan yang akan kita makan, tetapi mereka bisa menanam sendiri. Kita mempunyai dinding indah yang melindungi diri kita dan mereka memiliki teman-teman untuk menjaga kehidupan mereka."
Mendengar cerita tersebut, sang Ayah tersenyum dan memandang wajah anaknya.
Kemudian si Anak melanjutkan, "Terima kasih Pa, akhirnya aku tahu betapa miskinnya diri kita."
(Author : Agustian Husin)
~~~
Sahabat, terkadang kekurangan yang dimiliki seseorang merupakan anugrah bagi orang lain. Terlalu sering kita melupakan apa yang kita miliki dan hanya berkonsentrasi terhadap apa yang tidak kita miliki. Semua kembali pada perspektif secara pribadi.
Pikirkanlah apa yang akan terjadi jika kita semua bersyukur kepada Tuhan atas anugrah yang telah disediakan oleh-Nya bagi kita daripada kuatir untuk meminta lebih lagi.