Tuhanpun dibuat kagum olehnya

Pekerjaan iman sering dipresentasikan dengan cara cepat MENDAPATKAN sesuatu secara supra alami dari atas, seperti upaya membuka genggaman tangan Allah dengan cara melipat tangan kita. Benarkah ?
Jika iman Kristen selalu dikaitkan dengan seni untuk menurunkan tangan Allah guna menfasilitasi KEIINGINAN manusia hanya dengan cara mengangkat tangan saja, maka kita sedang mendikte Allah untuk hanya menuruti kemauan kita saja. Ini adalah tampilan kekristenan yg tidak menggugah selera Tuhan sama sekali. Iman sejati sesunguhnya bukanlah persoalan cara efektif menerima atau meminta sesuatu kepada Tuhan. Iman sejati selalu percaya bahwa Allah selalu memberikan yg paling baik menurut otoritasNya sendiri, baik atau tidak baik menurut penilaian kita. Iman selalu tegas mengambil pilihan : Yesus adalah Tuhan, Yesus adalah tujuan, Yesus adalah prioritas utama lebih dari siapapun dan apapun, lebih dari kebutuhan, lebih dari persoalan bahkan lebih besar dari hidup kita!!
Jika iman kita tidak berorientasi pada keTuhan Yesus Kristus dan hanya berputar pada keiinginan manusia semata? selamanya iman kita tidak pernah mengejutkanNya!
Bagaimana membuat Tuhan Yesus dapat kagum dengan iman kita?


Lukas 9 : 1-10
Iman kita seharusnya bergerak mendudukkan Kristus sebagai Tuhan, bukan hanya melalui kehidupan yang menderita tetapi juga dikala karir bersinar, reputasi hebat, harta cukup, kondisi mapan, diberkati jauh dari kekusutan hidup.


I. Mengubah iman dari MENERIMA menuju semangat MEMBERI

7:1
Setelah Yesus selesai berbicara di depan orang banyak, masuklah Ia ke Kapernaum.
7:2
Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati.
7:3
Ketika perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi kepada-Nya untuk meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan hambanya.

Ketika Tuhan Yesus masuk ke Kapernaum, datanglah seorang perwira Romawi, memohon supaya Tuhan Yesus menyembuhkan hambanya yang lumpuh dan sangat menderita. Hal tersebut tidak lazim, sebab kedatangan perwira Romawi itu biasanya berkaitan dengan urusan politik dan kriminalitas demi stabilitas kekuasaan kolonial Romawi . Namum Perwira Romawi ini berbeda sikap dengan orang Romawi pada umumnya, ia sangat menaruh kasih terhadap hambanya (budak: dipastikan orang Yahudi), bahkan ia rela bersusah payah mengupayakan kesembuhan hambanya.

a. Iman kepada Tuhan dinyatakan dalam memberi KASIH

Perwira Romawi ini sangat dihormati sekaligus ditakuti oleh rakyat termasuk bangsa Israel namun demikian demi kesembuhan hambanya, ia mau datang dan memohon kepada Tuhan Yesus. Komunitasnya sebagai tentara yg mencitrakan diri sebagai orang yg tahunya perang, disiplin, melawan dengan senjata, kekerasan namun dalam kisah ini ia tampil sangat bersahaja dengan memberi penghargaan yg sangat tinggi kepada budaknya, kepercayaanNya kepada Tuhan sejajar dengan kasih yg diperbuatnya tanpa pilih kasih.

b. Iman kepada Tuhan dinyatakan dalam kerelaan BERKORBAN

Perwiran Romawawi (Bhs.Inggris), diterjemahkan ‘centurion’, yang menunjuk kepada orang yang mengepalai 100 orang tentara. Tetapi kontras dengan jabatannya sebagai seorang militer karir:
Ia sangat care dengan persoalan sosial, memberi perhatian sedemikian detail dengan persoalan orang lain bahkan seorang budak yg tidak pantas dihargai.
Ia all out memberi support pada pembangunan rumah Allah orang Yahudi, walaupun ia seorang Romawi.
Kiprahnya itu melebihi mereka yg profesional dalam pekerjaan Tuhan atau gerakan sosial. Bagaimana mungkin orang yg sudah memiliki reputasi, mapan, berpengaruh, serba cukup tetapi rela berkorban menenggelamkan diri pada persoalan budak?
Iman selalu merefleksi dirinya dalam kerelaan berkorban untuk kepentingan yg tidak egois.

c. Iman dinyatakan dengan KEBERANIAN melakukan kebenaran

Bukan saja memberi kasih dan kerelaan berkorban yg ditampilkan, keberanian mendobrak TATAPRANATA dimensi sosial dan religius yg sudah dibakukan saat itu. Kehadiran perwira ini menciptakan komukasi harmoni antara Yahudi dan Romawi juga antara budak dan Tuan, antara karir dan ibadah!
Karena orang Romawi menganggap rendah orang Yahudi, sekarang tidak ada lagi sekat antara Yahudi Romawi,
Perbedaan yg jauh bagai bumi langit antara budak dan tuan juga diterabas.
Iman kita kepada Tuhan tidaklah didemonstrasikan saat kita sedang terjepit persolaan, terhina, tak berdaya. Terbukti dengan iman sang perwira Romawi ini, memperjuangkan bukan untuk kepentingan diri dan keluarganya tetapi orang lain yg notabene seorang budak yg tidak berharga. Iman yg benar tidak akan pernah berhenti dengan kepuasan mendapatkan sesuatu dari Tuhan walaupun Tuhan adalah sumbernya. Revolusi iman akan menjawab bahwa iman sejati selalu bekerja secara enerjik tanpa pamrih menerobos benteng ke-egoisan diri yg hanya maunya : mendapatkan, menerima dan dilayani.
Aplikasi:
Dapatkah iman hidup tanpa perbuatan? tidak mungkin!
namun inilah kenyataan yang terjadi ditengah kita: iman yg egois, yg hanya mau menerima, dilayani dan mendapatkan sesuatu saja. Ini model iman pasar, (kualitas iman yg berhenti dengan tercapainya kebutuhan saya namun tidak berdampak pada orang lain), iman yg tidak memiliki dinamika nyata untuk berbuat sesuatu bagi Tuhan? iman yg statis? Iman yg hanya terkondisikan untuk mengaku percaya secara periodik disetiap ibadah tetapi tidak mau berkarya dalam kemajuan kerajaan Allah.
Betapa miskinnya kita yg hanya percaya terhadap keselamatan kekal saja, percaya akan pemeliharaan Tuhan, percaya bahwa Tuhan adalah sumber tetapi tidak berlanjut pada lolalitas iman yang memberi apresiasi yg utuh pada keTuhanan Yesus, karena iman tersebut tidak menunjukkan prestasi yg semestinya mencitrakan hidup kita.

II. Mengubah iman: dari merasa BERHAK menuju mental KERENDAHAN HATI

7:4 Mereka datang kepada Yesus dan dengan sangat mereka meminta pertolongan-Nya, katanya: "Ia layak Engkau tolong,
7:5 sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami."
7:6 Lalu Yesus pergi bersama-sama dengan mereka. Ketika Ia tidak jauh lagi dari rumah perwira itu, perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya untuk mengatakan kepada-Nya: "Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku;
7:7 sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu

Orang lain memberi mengacungkan dua jempol sebagai penilaian obyektif terhadap perwira Romawi yg layak untuk mendapat penghargaan dari Tuhan karena kasih dan pengorbanannya kepada bangsa Yahudi. Sebaliknya perwira ini sendiri dihadapan Tuhan menempatkan diri sebagai orang yg tidak pantas berjumpa dengan Tuhan Yesus. dengan serius ia menyampaikan argumentasi ketidaklayakannya:
Menganggap diri tidak layak untuk datang kepada Tuhan Yesus
menganggap diri tidak layak untuk menerima kedatangan Tuhan Yesus
Walaupun ada yang menganggap bahwa ia mengutus tua-tua Yahudi karena alasan rasial bahwa sesama orang Yahudi pasti mempunyai akses lebih baik untuk melobi Tuhan Yesus, dibandingkan dengan dirinya yang adalah non Yahudi. Realitanya adalah Perwira itu merasa dirinya tidak layak untuk datang kepada Yesus, dan ia menganggap bahwa para tua-tua Yahudi dan sahabat-saabatnya itu lebih baik dari dirinya sendiri, padahal sebetulnya mutu iman dan sikapnya jauh melebihi mereka, tetapi ia sendiri tidak menyadari hal ini.
Manusia membuat standar kelayakannya sendiri yg boleh dipromosikan kepada Tuhan, dengan melihat nilai hubungan, peran maupun kontribusi material yg diberikan untuk pekerjaan yg mengatas namakan agama. Tetapi perwira ini sendiri mempunyai ukuran sendiri menilai dirinya, dengan menyebutnya Tuhan Yesus sebagai KURIOS berarti TUHAN
ia menempatkan diri sebagai hamba (budak), ia tidak lebih baik martabatnya dari budak, ia juga butuh belas kasihan seperti budaknya yg sakit, ia butuh ada pribadi yg berinisiatif turun tangan memberi pertolongan atas hidupnya.
Ia sedang berhadapan dengan Tuhan Yesus yang adalah subyek, tujuan, sasaran iman melebihi dari sejumlah persoalan yg sedang dibawanya.
Aplikasi:
Berbagai masalah yg kita hadapi seringkali menjadi forground (latardepan) yg menutupi kelayakan Tuhan yg seharusnya lebih penting dari persoalan bahkan hidup kita. Tetapi kenyataannya iman kita selalu didorong untuk merebut lebih dahulu simpati Allah dengan perasaan BERHAK atau perasaan LAYAK sebagai seorang anak yg seharusnya dimanja.
Tidak ada yg salah dengan permohonan kita dengan iman kita kepada Tuhan, persoalannya adalah tuntutan kita yg selalu didorong kedepan melebihi kewajiban kita sebagai seorang HAMBA berakibat buruk dalam hubungan kita dengan Tuhan. Karena relasi yg kita bangun hanyanya simbiosis komensalisma dimana kita meminta keuntungan pribadi daripada hubungan benar yg seharusnya terjalin antara Tuhan dan hambaNya.
Dalam praktek berjemaatpun mereka yg telah merasa berjasa dalam pembangunan gereja sering meminta akses nomer satu, diberi attensi lebih besar bahkan harus dilibatkan dalam keputusan yg strategis. Kita tidak dapat menyalahkan hal ini karena gereja sendiri juga ikut mengkondisikan standar kelayakan mereka yg boleh terlibat dalam pelayanan , dipertimbangkan dari dari sisi: peran, hubungan dan kontribusi materi yg diberikan kepada gereja tanpa memasukkan unsur selektivitas karakter dan kapabilitas theologis dalam melayani Tuhan.

III. Mengubah iman dari percaya diri menuju PENYERAHAN TOTAL

7:7
sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.
7:8
Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya."
7:9
Setelah Yesus mendengar perkataan itu, Ia heran akan dia, dan sambil berpaling kepada orang banyak yang mengikuti Dia, Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel!"

"Katakan saja sepatah kata, maka hambaku akan sembuh"
Ia membandingkan struktur komando kemiliteran yg selalu menjawab dengan pernyataan "SIAP KOMANDAN" , tidak pernah ada unsur bantahan. Segala perintah harus dijawab dengan "siap" baik atau tidak baik waktunya. Apalagi struktur pemerintahan kerajaan Allah dimana Tuhan Yesus adalah Rajanya diyakini perwira ini sebagai sistem yg jauh lebih besar dan tak terbantahkan dari struktur kemiliteran yg dibangun manusia. Jadi Perkataan Tuhan walaupun sepatah kata saja nilainya akan jauh lebih dahsyat kuasanya untuk mengubahkan segala sesuatu. Inilah keyakinan perwira itu sehingga ia tidak ragu-ragu meletakkan dirinya dan menyerahkan total kepercayaannya kepada Tuhan.
Sebagai hasilnya Alkitab mencatat perwira ini dinilai mempunyai iman yang luar biasa, iman yg mengundang decak kekaguman Tuhan dan diangggap sebagai prestasi iman diluar batas kebiasaan. Sebagai respon atas imannya, maka pada saat itu juga berkatalah Yesus: “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya“ maka pada waktu yang bersamaan Tuhan Yesus berbicara, hambanya yang berada jauh di rumah menjadi sembuh.
Dari keseluruhan peristiwa ini bahwa proses kesembuhan bukanlah tujuan atau dominasi pembicaraan antara Tuhan Yesus dan perwira. Justru KOMUNIKASI dan RELASI yg sangat indah dari orang yg tidak masuk hitungan bangsa pilihan Allah justru bersinar-sinarnya kepercayaan, kasih, kerendahan hati bahkan ketaatannya kepada Tuhan melebihi bangsa pilihan Allah.
Aplikasi:

Allah tidak pernah melarang kita menggunakan iman sebagai instrumen untuk meminta atau menerima dari Allah, namun pola kecenderungan kita yg mengasosiasikan iman hanya sebagai media efektif untuk mendapat berkat materi, kesembuhan, sukses atau pasangan hidup dll perlu dikoreksi. Kepercayaan kita pada Tuhan seharusnya menjadi infrastruktrur untuk membangun relasi dan komunikasi yg efektif mendudukkan Yesus sebagai Tuhan melebihi segala kebutuhan dan persolaan hidup kita. Realitanya kita sering berlebihan untuk mendapatkan berkat saja mengabaikan pentingnya relasi yg baik dengan Tuhan.
Segala apa yg dapat kita buat untuk Tuhan bukanlah daya dorong yg kita dapat diandalkan untuk merasa layak untuk mendapat apapun dari Tuhan. Sesungguhnya pujian dan penyembahan pada Allah, kerendahan hati dan ketaatan pada Firman Allah menjadi rating nomer satu melebihi daftar belanjaan kita yg sedang kita daftarkan dalam doa kepada Allah.