Menganalogikan kekuatan iman seperti batukarang yg teguh, tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan, tetap menjulang abadi. Menjadikan kita sering terpeleset sendiri oleh kenyataan keseharian, Karenanya kita terpaksa harus memanipulasi diri sendiri dan berstandar ganda. Benarkah semangat iman kita sanggup konsisten sepenuhnya berkekuatan muda, tetap stabil, berkobar-kobar, mantap dan kuat seolah badaipun tak mampu menggoyahkannya.
Sejujurnya: iman kita ada saatnya berjalan dengan lunglai, manja bahkan tersenyum saja seakan dipaksakan.
Bukan saja kita yg menjadi pekerja Kristus masa kini.
Murid-murid Tuhan dan para rasul juga menghadapi pergumulan yg sama.
Bagaimana cara kita menghadapi masa-masa ketidakstabilan iman kita dengan tetap memandang pada pribadi Kristus yg tak pernah terusik oleh perubahan.
Matius 3:1- 15
Yohanes Pembabtis megekspresikan dinamika iman kristen yg sesungguhnya!
Iman kristen adalah realita bukan obesesi
Iman kristen adalah fakta bukan impian: Jika kita sedang berjalan dalam kegontaian, keraguaan dan menanggun beban berat,
sadarilah fakta iman yg pertama:
1. Iman tidak berjalan dalam ruang hampa
(Matius. 11: 2 - 3).
“Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?”
a. Dinamika Iman:
Yohanes Pembabtis, sejak pertama kali tampil di medan pelayanan sangat mengebrak dan radikal Pendiriannya demikian kuat bagai batu karang yang kokoh di tengah-tengah padang gurun Israel. Suaranya yang keras dan tajam mengungkap kebenaran Tuhan. Berita yg dibawanya sering menukik tajam bergema tanpa rasa takut. Dialah aktor Perjanjian Baru yg berani menyerukan pertobatan kepada seluruh umat Israel supaya menghasilkan buah-buah pertobatan.
Konservatif: sementara jaman terus berubah, karakretistiknya tetap tidak tereduksi oleh perubahan: mulai dari konsumsinya (makan belalang, minum madu hutan) dan penampilannya ( jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit)
Dengan berani pula Yohanes Pembaptis menegur kesemuan hidup para pemimpin agama, orang Farisi dan orang Saduki sebagai “keturunan ular beludak” (Mat. 3:7). Sampai lingkaran istanapun tak luput dari koreksinya: Dia juga tidak segan menegur secara terbuka kehidupan raja Herodes yang mengambil Herodias, isteri saudaranya, dengan pernyataan: “Tidak halal engkau mengambil Herodias” (Mat. 14:4).
Itu sebabnya Yohanes Pembaptis di Mat. 11:2 dipenjarakan, namun sekali lagi....tembok penjara serta rantai yang mengikat kedua tangan dan kakinya untuk sementara masih membuatnya idealis.
Tetapi dalam kurun waktu berikutnya apa yg terjadi?
b. Pergumulan Iman:
Yohanes Pembaptis mulai ragu dan bertanya di dalam hatinya tentang diri Kristus: “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?” (Mat. 11:2-3).
Yohanes yg menjadi ikon konservatif dan radikal dapat menjadi loyo saat didera terpaan badai! Mental batu karang dalam diri Yohanes Pembaptis sepertinya mulai mengendur. Dia mulai bertanya-tanya dalam hati, yaitu: “Benarkah Yesus adalah Mesias, yang akan datang membaptis manusia dengan Roh Kudus dan api?” Ataukah dia masih harus menantikan seorang Mesias lain?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut tampaknya tidak terjawab dalam diskusi dengan batinnya, sehingga dia kemudian menyuruh beberapa muridnya untuk menemui Tuhan Yesus dengan mengajukan pertanyaan: “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?”
Yohanes Pembaptis ingin memperoleh jawaban dan penegasan langsung dari Yesus agar keragu-raguannya tidak terus mengambang. Yohanes Pembaptis yang terkenal dengan mental batu karang yang kokoh dari padang gurun ternyata dapat membuat dia ragu-ragu dengan imannya kepada Kristus, ketika dia diperhadapkan oleh penderitaan dan kesusahan yang dialami selama di dalam penjara.
Sadarilah fakta iman yg kedua:
2. Iman memiliki kapasitas tak terbatas namun tinggal dalam pribadi yg terbatas.
Tuhan Yesus menanggapi pertanyaan, keragu-raguan dan kebimbangan dari Yohanes Pembaptis dengan ramah, sama sekali tidak marah atau kecewa terhadap Yohanes Pembaptis. Tuhan Yesus menempatkan iman Yohanes dalam masih dalam batas manusiawi.
Semua kenyataan yg fluktuatif tentang dinamika iman kita sesungguhnya menyadarkan betapa rapuh kemanusiaan kita. Karena itu tidak ada jaminan bagi siapapun untuk senantiasa hidup benar dan kudus di hadapan Allah. Kita semua membutuhkan anugerah setiap saat.
Kepada murid-murid Yohanes Pembaptis yang membawa tugas menyampaikan pertanyaan yang berisi keragu-raguan tersebut, Tuhan Yesus menjawab: “Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik. Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku” (Mat. 11:4).
Tuhan Yesus tidak memberikan jawaban verbalisme atau uraian teologis tentang ke-Messias-anNya. Tetapi Tuhan Yesus mengajak Yohanes Pembaptis dan para muridnya untuk menyaksikan seluruh karya-karya penyelamatan Allah telah terjadi di dalam kehidupanNya. Karya-karya Kristus yang telah dialami oleh umat Israel merupakan tanda dan bukti bahwa Dialah sang Messias, yang diutus oleh Allah.
Dia adalah Allah yg tidak terbatas bahkan oleh pertanyaan maupun penilaian manusia! hanya iman kitalah yg memiliki kemampuan yg sangat terbatas!!!
Fakta ketiga tentang iman yg harus kita sadari:
3. Iman tidak selamanya mampu memecahkan misteri Allah
Yohanes Pembaptis sampai pada akhirnya tidak mendapatkan pembelaan secara phisik dari Tuhan Yesus.bahkan ia harus rela menjadi seorang martir. ia mati secara tragis dengan cara dipenggal oleh Herodes.
Hal ini menimbulkan pertanyaan “mengapa Tuhan Yesus tidak menolong dan menyelamatkan Yohanes Pembaptis?” Bukankah Tuhan Yesus telah menyatakan bahwa Yohanes Pembaptis memiliki kedudukan yang melampaui para nabi? Menurut logika manusiawi seharusnya Tuhan Yesus memiliki kewajiban untuk melindungi Yohanes Pembaptis sehingga dia dapat melaksanakan karya Allah secara lebih luas?
Bukankah Tuhan Yesus memiliki kuasa untuk membebaskan Yohanes Pembaptis dari penjara dan belenggu yang mengikatnya, sehingga dia tidak harus mengalami kematian yang mengerikan? Atau seandainya dia harus mati dengan cara dipenggal, bukankah Tuhan Yesus juga mampu untuk membangkitkan dia kembali sebagaimana yang terjadi dalam kisah Lazarus yang dibangkitkan dari kubur?
Kalau mau jujur, bukankah lebih “bermanfaat” jikalau Tuhan Yesus membangkitkan Yohanes Pembaptis dari pada Dia membangkitkan Lazarus dari kematiannya?
Mengapa Tuhan Yesus tidak memberi pertolongan apapun sehingga Yohanes Pembaptis mengalami kematian yang tragis itu? Pertanyaan-pertanyaan tersebut juga sering muncul dalam kehidupan kita sehari-hari.
Mengapa Tuhan terkesan diam dan tidak menunjukkan kuasa dan pertolonganNya kepada orang yang jelas-jelas hidup benar?
Mengapa Tuhan Yesus terkesan membiarkan beberapa orang saleh mengalami hal-hal yang sangat buruk dan tragis?
Alkitab tidak pernah memberi keterangan eksplisit tentang sikap perasaan dari Yohanes Pembaptis ketika dia akan menghadapi kematiannya. Tetapi satu hal yang mungkin adalah dalam menyikapi pergumulannya,
Yohanes Pembaptis lebih mengedepankan pertanyaan “bagaimana” dari pada pertanyaan “mengapa”. Maksudnya “
Bagaimana secara rohaniah dia dapat menyikapi keadaannya yang paling buruk dengan tetap setia dan percaya akan janji Allah yang dinyatakan dalam diri Kristus”.
Bagaimana dia tetap percaya tanpa syarat kepada Tuhan Yesus sebagai Messias walaupun dia sebentar lagi akan menghadapi peristiwa kematian yang sangat menyakitkan dan mengerikan.
Bagaimana dia tetap bertekad setia kepada Kristus menjadi kekuatan yg memampukan dirinya untuk menerobos (“breakthrough”) dari kebekuan misteri Allah yang tidak mudah dicerna dan dianalisa oleh pemikiran filosofis-teologis.
Jadi pola spiritualitas “bagaimana” Yohanes Pembaptis menyikapi realita hidup yang kejam dan sewenang-wenang dengan sikap iman yang tanpa syarat, sehingga memampukan dia untuk lebih mengedepankan aspek tanggungjawabnya sebagai seorang hamba Tuhan meskipun harus dengan nyawanya.
Inilah realita iman kita sesungguhnya, dinamis namun rapuh sehingga tak seorang berani berkata aku telah menjadi kuat tanpa cengkeraman anugerah Tuhan setiap hari.:
Sebagai orang yg percaya dan hamba Kristus ,
dalam situasi tertentu kita dapat saja tampil sebagai seorang yang begitu tegar, kokoh dan tidak tergoyahkan serta tampak setia kepada Tuhan Yesus. Di hadapan sesama, kita tampak sebagai pribadi yang vokal, berani, kokoh dan penuh wibawa. Dengan suara lantang dan membuat ciut orang-orang di sekeliling kita.
Namun ketika kita terus didera oleh berbagai penyakit, penderitaan, persolan dan kegagalan dalam usaha atau pelayanan maka mulailah kita ragu-ragu kepada Tuhan Yesus.
Kita mulai bertanya-tanya, benarkah Tuhan Yesus sungguh-sungguh Mesias ? Iman kita kepada Kristus mulai goyah. Hati kita mulai bimbang, apalagi keadaan buruk dan penderitaan kita tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda jalan keluar atau secercah harapan. Rasa bimbang atau ragu-ragu tersebut akhirnya makin berkembang menjadi sikap putus-asa. Tak lama kemudian sikap putus-asa tersebut dapat berkembang menjadi sikap ketidakpercayaan.
Apabila berbagai pertanyaan dan pergumulan hidup kita tidak sepenuhnya tidak terjawab, sadarlah bahwa itu tidak berarti menjadi alasan bagi kita untuk meragu-ragukan keberadaan dan kuasa Allah dalam realitas kehidupan ini.
Pertanyaan dan pergumulan kita yang terjawab tersebut tetap kita tempatkan dalam sikap iman bahwa Allah adalah Tuhan yang yg berdaulat penuh atas hidup kita.
Tidak semua misteri dan kebijaksanaan Allah dapat kita pahami secara lengkap dan memuaskan.
Namun di tengah-tengah keragu-raguan tersebut, kita juga dapat mempercayai sepenuhnya bahwa Allah berkenan menerima seluruh keberadaan dan kelemahan kita bagaikan seorang bapa yg sangat peduli kepada semua anak-anakNya. Amin GBU